music

Rabu, 03 September 2014

About My Style (Dulu dan Sekarang)

Kalau ngomongin soal pakaian, aku orangnya seneng banget memadu-padankan antara pola, warna, dan bentuk pakaian. Aku mesti menyesuaikan situasi dan kondisi. Jujur, aku tertarik sekali dengan dunia fashion.
Ketika menghadiri suatu majelis, aku berpenampilan layaknya seorang jama'ah. Ketika jalan bersama keluarga, aku lebih kalem dan santai. Ketika hang out bareng temen aku senang tampil casual nan modis. Namun semua dalam standar syar'i tentunya. Kalau dari kiblat fashion, aku menyukai Hana Tajima. Jujur, bagiku dia sangat keren, terkadang sedikit sporty, namun tetap elegan. Sesuai banget dengan watakku yang penuh semangat dan santai.
Beberapa jenis style aku pernah coba, namun tidaklah begitu ekstrim karena aku kan bukan pubic figure. Aku mencoba sebisaku untuk tampil percaya diri dengan hobiku dalam fashion.
Aku senang sekali dunia desain, aku sudah belajar desain sejak SMP secara otodidak. Setengah tahun kemarin aku sempat mengambil kursus menjahit dan alhamdulillah aku telah mengerti cara membuat pola, menghitungnya, dan menggunakan mesin-mesin itu sendiri.
Misa, tokoh film Death Note
Sebelum berhijab, aku memang suka sekali mencoba hal-hal unik dalam berpakaian. Aku dulunya adalah seorang otaku, yakni sering meniru cara berpakaian kartun jepang yang menurutku mereka sangat keren atau cute. Contohnya, aku pernah meniru cara berpakaian Misa, tokoh wanita di film Death Note.
Miniatur Miku Hatsune
Karena dulu aku sering tampil ngeband, aku sering sekali berpakaian sedikit freak (menurut emakku), dengan kaos kaki belang, sepatu kets, hingga sarung tangan akan selalu jadi pelengkap wajib dalam berpenampilan di atas panggung, mungkin kira-kira sedikit menyerupai Miku Hatsune. LOL.
Baik sebelum berhijab maupun sesudah, aku tetap mencintai dunia fashion. Walau dengan perbedaan model yang berubah 180 derajat. Dari gadis otaku hingga menjadi seorang akhwat (teman pengajianku menyebutku begitu).
Hana Tajima, hijab designer
Walaupun aku berhijab, tetap saja kiblatku jatuh kepada wanita jepang yakni Hana Tajima yang merupakan seorang wanita mualaf yang sangat cute. Masya'Allah.
Namun tidak semua kuikuti, kiblat sesungguhnya tetaplah pada aturan agama, tidak ketat, menutupi dada, menggeraikan hingga dibawah mata kaki.
Berikut ayatnya:

Hendaknya menutup seluruh tubuh dan tidak menampakkan anggota tubuh sedikit pun, selain yang dikecualikan karena Allah berfirman, “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang biasa nampak.” (An-Nuur: 31)

Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman,“Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (Al Ahzab :59).

Dengan berpegang teguh pada ayat-ayat suci Al-Qur'an, serta tidak membuang jauh-jauh hobiku dalam dunia fashion, aku mencoba lebih sedernaha nan enjoy.
Dengan tinggi badan 165cm keatas dan berat badan dibawah 48kg, aku termasuk wanita beruntung yang dapat mengeksplorasi cara berpakaianku. Salah satu pelengkap yang tak pernah kubuang sebelum dan setelah berhijab ialah sepatu kets dan boots. Aku merasa senang menggunakannya. "Inilah aku", ketika aku melihat sepatu yang kukenakan.
Salah satu 'property'ku
Aku menyukai warna pastel dan natural, walau bukan tidak mungkin aku menggunakan warna-warna seperti merah atau kuning cerah. namun aku merasa kurang enjoy dengan warna tersebut, mungkin terlalu feminim untukku.
Kemarin aku pergi bersama adik sepupu ke xxi, tiba-tiba aku terpikir untuk memakai jaket jeans dengan tema grey, abu-abu.
Berikut properties beserta keterangannya.
1. Jaket jeans
Jaket Jeans merupakan outer yang tebal dengan tekstur sedikit lebih keras dan kasar yang biasa digunakan untuk berpegian jauh. Walau dekat juga tidak mengapa sih. Jaket jeans sendiri kini kembali diminati kaum hawa setelah lama ditinggalkan. Jaket ini membuat penampilan menjadi casual.
2. Long Dress
Long Dress adalah pakaian wajib yang masti dimiliki wanita. Kenapa saya bilang begitu? Karena long dress adalah pakaian sebenar-benarnya kaum hawa. Ada yang lengan panjang, ada pula lengan buntung. Disini saya menggunakan lengan buntung dan berwarna abu-abu (warna favorit) dengan bahan spandek kaos. Simpel namun tidak menghilangkan kesan feminim, bukan?
3. Tas Ransel
Pastinya tas ransel yang saya pakai ialah tas ransel khusus wanita. Agar tampil lebih casual dan remaja, aku senang sekali menggunakan tas ini, selain dapat memuat banyak barang seperti Al-Qur'an, tablet, dompet, buku, dan lainnya. Punggung juga rileks dan mudah digunakan. Cocok untuk wanita sepertiku yang gak suka ribet.
4. Flat Boots
Ini dia property favoritku. Dimanapun orang menjual boots, mahal atau murah pasti kulirik dan rasanya pengen kubeli semua (muncul sifat 'cewek'nya). Kenapa mesti flat? Karena kakiku itu mudah capek dan boots adalah pilihan wanita yang ingin tampil 'anti-mainstream' namun tetap mempertahankan kesan feminim nan casual.
5. Kerudung
Kerudung yang kugunakan disini ialah berbahan kaos kualitas yang terbaik dengan harga terjangkau. Adem dan instan. Mengingat aku sedang menyukai kerudung simpel dan kebetulan warna abu-abu lagi. Hehehe.
6. Kacamata dan Jam tangan
Itu bukan kaca mata buat gaya-gayaan doang. Itu kacamata minus campur silinder. Mataku memang tidak sejernih dulu karena posisi membaca dan menghadap laptop yang sering salah (jangan ditiru). Lalu ada jam tangan, ini benda wajib semua orang selain untuk melihat waktu untuk sholat, juga menambah nilai plus dalam berpenampilan.

"Mencintai dunia fashion tiada larangan, namun tetaplah berpakaian layaknya seorang muslimah yang sopan nan longgar. Hal terpenting dalam berpakaian bukan soal gaya saja, namun lebih pada kenyamanan ketika memakainya dengan tidak meninggalkan basic style secara pribadi. Hey, Ladies. Berkilaulah." By Me.

Selasa, 02 September 2014

Mahasiswi IT Berhijab itu "Aku"


Ini adalah buku bacaanku dikamar
Ialah "Aku", mahasiswi berhijab yang sudah terlanjur menuntut ilmu di salah satu Perguruan Tinggi Swasta Katolik di kota ku. Aku tidak menyesalinya, karena sekarang aku berhasil bertahan hingga 4 tahun dan sekarang aku sedang break sebelum melanjutkan BAB 3 skripsi ku.
Impianku dulu begitu tinggi, yakni hanya 3,5 tahun untuk meraih gelar S.Kom, bahkan dengan predikat cumlaud. Jujur indeks prestasi-ku bisa dikatakan "baik" yakni 3,5 keatas. Untuk level Teknik Informatika atau Computer Science bagi sebagian orang adalah prestasi. Belum lagi mereka melihat aku adalah seorang 'wanita' yang biasanya ahli dalam hal intuisi dan perasaan dibandingkan logika. Seperti yang kita ketahui bahwa jurusan "teknik" adalah jurusannya kaum adam yang didalamnya terdapat mata kuliah yang cenderung kearah logistik. Sedang teman-teman SMA-ku yang perempuan kebanyakan mereka mengambil jurusan kesehatan, akuntasi, atau bahasa.
Teknik Informatika umumnya diminati kaum adam, kalaupun wanita dia pasti hobi otak-atik komputer dan sedikit agak "kelaki-lakian" alias tomboy.
Dulu, aku memang tidak terlalu feminim, tp sejak aku hijrah (baca Dalam Hijrah-ku), aku mulai membiasakan diriku dengan berpakaian layaknya seorang muslimah. Ya, menggunakan kerudung, memakai rok, kaos kaki, namus setidaknya aku selalu menghormati kampus dengan kemeja dan sepatu kets.
Awalnya aku merasa comfort dengan keadaanku ini. Namun beberapa kerikil kecil mulai mengawali perjalanan hijrahku.
Orang takkan menyangka bahwa sejak lahir aku adalah seorang muslimah karena aku memiliki nama lengkap yang tidak "islami" sama sekali, (baca Margaerth? Who's that?). Ayahku seorang Nasrani, tapi dia seorang ayah yang hebat dan sangat menyayangiku. Ya, kami beda keyakinan.
Yup, kembali pada topik semula.
Ketika dosen memanggil namaku, pasti beliau-beliau akan menganggapku sama seperti dominasi yang lain. Mungkin saya seorang Protestan (seperti ayahku) atau Katolik.
Masuklah pada semester tujuh tepatnya saat itu aku hanya ada 1 mata kuliah yang menyebabkan aku jadi jarang ke kampus.
Dosen tercengang, begitupun teman-teman. Apa yang menyebabkanku berani-beraninya menggunakan hijab di kampus swasta katolik? Aku sendiri agak kurang menyangka dengan keberanian ini. Namun pada jam-jam terakhir, alhamdulillah mereka dapat "menerima"ku dengan berusaha memperlakukanku seperti aku yang belum berhijab kemarin-kemarin.
Mulailah pada saat penyerahan outline dan judul skripsi. Awalnya dosen-dosen hanya melihatku dengan pandangan sekilas langsung bersikap biasa saja. Ya, aku merasa aman sampai sejauh ini.
Tapi tak kusangka hari itu tiba, saat aku masuk ke ruangan dosen yang saat itu lumayan ramai dari biasanya, ramai oleh dosen yang baru saja mengawas ujian serta beberapa mahasiswa yang juga sibuk konsultasi sepertiku, saat itu aku sedang konsultasi BAB II. Di luar ruangan dosen sudah banyak yang mengantri.
Dosen wanita itu mengatakan "Apakah style seperti itu sedang nge-trend?"
Lalu dosen laki-laki lain yang ternyata itu direktur pula yang entah menjawab apa, suaranya agak samar-samar.
Suara dosen perempuan itu agak lebih diperbesar "Ya, kan kita ini seharusnya pemerataan. Seluruh pakaian mahasiswa mahasiswi sudah ada ketentuannya. Tidak boleh membawa nama RAS." timpalnya.
Aku mendapat sindiran yang sedikit memporak-porandakan hatiku. Apalah aku bukan seorang Asiyah istri Firaun yang terbiasa menghadapi situasi dan masalah kecil semacam ini. Padahal dosen pembimbing dihadapanku ini biasa saja, tidak ada keberatan sama sekali melihatku seperti ini.
Nyaris otakku terbagi dua saat itu, antara penjelasan dosen pembimbingku dengan sindiran yang ada dibelakangku. Belum lagi pandangan mahasiswa yang dari berbagai jurusan menatapku seperti aku ini freak.
Keringatku mulai mengucur, aku tetap diam dan berusaha bijaksana dalam menyimak penjelasan dari dosen pembimbing yang mana saja hal-hal yang harus di-revisi dalam penulisan skripsiku.
Saat itu aku merasa sendiri, sahabat karibku tidak ada disisiku yang bisa menguatkanku. Belum lagi saat menuju parkiran seluruh pandangan mahasiswa yang aku tahu mereka adalah adik-adik tingkat menatapku tajam dan dingin.
Aku tetap tenang dan beristighfar sebanyak mungkin. Hei, ini cuma kerikil kecil, lupakan saja. Aku menghibur sendiri diparkiran kampus.
Namun aku tetaplah aku, aku adalah wanita yang sangat sensitif dalam perkara hati.
Seolah watak asli dunia tampak didepan mata kepalaku sendiri, detik menjelang pengambilan skripsi awalnya begitu menyenangkan bagiku, namun ternyata sulitnya disaat aku mulai baru berhijrah menjadi muslimah yang lebih baik.
Berbagai masalah pribadi dan masalah keluarga membuatku semakin enggan melanjutkan skripsiku yang padahal tinggal beberapa langkah lagi.
Namun beberapa bulan belakangan aku mengalami fase yang cukup berat dalam hidupku seakan impianku semuanya hancur.
Jangankan melanjutkan skripsi, memandangnyapun aku enggan.
Seolah kampus adalah tempat horor bagiku.
Bahkan sahabatku mengatakan kaprodi sedang menanyakan keadaanku (baca : keadaan skripsi-ku), beliau takut aku kacau. Deadline tersisa kurang dari 20 hari penyerahan BAB 3, BAB 4, dan BAB 5. Namun aku belum jua melanjutkannya.
Tiba-tiba aku lupa dengan tujuan program yang handak kubuat.
Aku mulai ikhtiar sekali lagi, jikalau aku mesti mengganti judul maka itu yang terbaik dari Allah untukku.
Aku sendiri meragukan untuk bekerja dibidang IT akhir-akhir ini, apakah pasionku yang telah berubah.
Aku pernah membaca apabila seorang programmer adalah pria, maka ia akan sedikit "lupa" pada anak dan istrinya, dikejar deadline, dan di otaknya cuma coding.
Bagaimana ketika sholat, tiba-tiba saat membaca al-fathihah dia mendapat ide? Bukankah itu dosa.
Apalagi jika programmernya seorang akhwat (teman-teman pengajianku menyebutku "akhwat")! Aku tak yakin profesi ini tak menggangguku sebagai istri, ibu, dan pendakwah yang baik. Aku mengenal watakku.
Ketika aku menjadi seorang programmer, maka aku harus menjadi programmer yang total.
Sekarang aku lebih memilih jalanku merintis di dunia fashion.
Aku lumayan bisa mendesain hijab, dan aku juga bisa menjahit.
Alhamdulillah ibu mendukungku dengan mem-privat-kan aku kursus menjahit berkenaan dengan hobiku dibidang fashion sejak aku SMP.
Jujur kuliah dijurusan Teknik Informatika adalah pilihan ibu, karena ibu tahu kelebihanku dalam ilmu pasti seperti matematika dan logika.
Kuliah di kampus swasta katolik juga pilihan ibu, karena ibu tidak mau aku kuliah jauh dari rumah (alasan yang sedikit menggelikan).
Aku dikenal anak rumahan, ayah, ibu, kakak-kakak, abang ipar, bahkan adikku satu-satunya yang bungsu sangat memanjakanku. Namun sejak aku berhijrah (insyaAllah ini adalah hijrahku), aku berharap aku lebih bijaksana dan dewasa dalam bertindak.
Aku berharap segera menjadi muslimah yang lebih dewasa atas bimbingan murobbiyahku, keluargaku, teman-teman, dan terutama bimbingan Allah melalui ujian hidup.
Ujian hidup setidaknya menjadikan aku lebih dewasa dan berpikiran terbuka apa makna hidup ini.
Aku tak perlu mengejar karir demi mendapat penghormatan seperti niatku sebelumnya.
Karir ini demi imanku. Bagaimanapun aku akan tetap ikhtiar dalam menyelesaikan skripsi ini sebagai pernghormatanku pula kepada orang tuaku yang telah bersusah payah menyekolahkanku hingga tahap ini. Aku tak boleh mengecewakan mereka.
Hobi adalah hobi.
Kewajiban adalah kewajiban.
Yang penting ialah melakukan yang terbaik dan serahkan semuanya kepada Allah Azza Wa Jalla.
Apalah artinya dihormati manusia sedangkan aku belum spesial di mata Allah?
Salam ukhuwwah! ^_^

Sabtu, 30 Agustus 2014

Muslimah Terjaga dan Muslimah Hijrah

"Manusia memiliki segunung kekurangan.
Manusia juga memiliki berjuta aib.
Tatkala dia terjebak di dalam sebuah dosa..
Dia tetap menutupi aib hambaNya.
Maha Besar Kasih SayangNya."



Setiap wanita memiliki jalan hidup yang tertulis di lauh mahfuzh. Namun Allah Azza Wa Jalla telah menghilangkan seluruh memori di otaknya hingga ketika dia terlahir di bumi ini dia menjadi insan yang lupa dengan apa yang telah dia tulis.
Kisah dua muslimah dari jalan yang terjaga dan jalan hijrah saya peroleh dari salah satu murobbiyah saya terdahulu. Tulisan ini merupakan pengembangan dari statement beliau.
Insya'Allah.
Bismillahirahmanirrahiim.
Beberapa muslimah yang dari dulu terjaga, maka ia lebih mudah menjalaninya dibanding muslimah yang berhijrah.
Muslimah yang terjaga berjalan di garis putih tanpa perlu melihat kebelakang.
Muslimah yang berhijrah ialah wanita yang berasal dari garis hitam dan merah, untuk memasuki garis putih dia harus melewati gunung berapi dan jalan berduri. Manakala dia memaksa diri untuk melewatinya, terbakarlah beberapa bagian tubuh dan terkoyaklah kakinya oleh duri.
Kalaupun telah sampai, dia tetap dapat melihat bekas lukanya yang entah kapan akan menghilang.
Dia tetap dapat melihat kebelakang jalan hitam yang pernah dia lalui bertahun-tahun.
Walaupun ketika dia telah mencapai garis putih, ya, saudari-saudarinya penghuni lama garis putih inilah yang segera menopangnya dan mengobati luka bakar dan luka lainnya. Namun tiada ada yang mengetahui bekas lukanya kecuali Sang Maha Pengasih.
Sesekali dia terkenang, seketika itu pula ia merasakan arti ukhuwah yang menyejukkan qolbu.
Apabila saudari-saudarinya terbiasa nan istiqomah di jalan dakwah.
Namun dia memiliki ujian khusus dari Sang Maha Kuasa
Orang yang berhijrah lebih berat dalam istiqomah.
Dia harus melewati tiga lapisan. Lapisan pertama ialah lapisan taubat, lapisan kedua ialah lapisan ujian hijrah, lapisan ketiga barulah lapisan menuju istiqomah.
Biasanya dia gagal di ujian hijrahnya. Namun biasanya Allah membantunya ketika harus remidial.
Keberhasilan dalam ujian remidial inilah yang memantapkan langkahnya menuju gerbang istiqomah.
Maha Baik Allah yang telah meluluskan ujian remidial hambaNya.
Ketika dia memiliki ujian khusus dari Allah, saat itulah Allah memberinya hikmah.
Allah Memilihnya untuk menginspirasi makhlukNya yang lain.
Namun lagi-lagi Allah tak serta merta menjadikannya sosok yang menginspirasi saja tanpa cela.
Musuh utama manusia yakni syaithon mulai membisikkan si makhluk hijrah ini untuk membumbui kisah hijrahnya dengan rasa ujub dan riya.
Namun bagi beberapa makhluk hijrah yang lulus dengan nilai cumlaude, Allah akan menjaga keikhlasannya.
Ada saja Allah memberikan ujian kepada kekasih baruNya ini.
Allah Menghendaki kekasih baruNya agar senantiasa setia sesuai dengan surat perjanjiannya, yakni taubat.
Agar hambaNya slalu merasa faqir dan hina.
Ujian dapat berasal dari dalam dan luar.
Terus Allah Membimbingnya hingga menuju jannahNya.
Namun ketika ia berbuat ingkar, maka terlepaslah hubungan mesranya bersama Allah.
Untuk kembali lagi pada Allah, ujian akan lebih berat dari sebelumnya.
Mungkin luka yang sebenarnya hampir sembuh mesti luka lagi oleh duri yang lebih besar dan api yang lebih panas.

Hendaklah kita senantiasa menjaga janji kita pada Allah.
Namun apabila telah jatuh cinta kepada Allah, ia tidak lagi membicarakan soal janji yang diingkari, namun "cinta yang hilang".
Perbanyak istighfar, karena ini adalah satu jalan menyadarkan seseorang ketika mulai dilenakan oleh duniawi.
Agar episode yang berjudul "cinta yang hilang" itu tak pernah ditayangkan.
Namun yang ada hanya episode "cinta bersemi hingga jannahNya".

Ya Allah.. Ya Rahman.. Ya Rahiim..
Maha Kasih Allah yang hari ini tanpa kita ketahui ada lagi seorang hamba yang mulai berhijrah dan siap melewati episode-episode tentang cinta yang hakiki. Yakni cinta antara Allah dan hambaNya.
Salam ukhuwah.

Rabu, 20 Agustus 2014

Syndrome-Takut-Nikah

Kenapa beberapa wanita enggan menikah? atau memang 'belum bisa' menikah?
Tentu banyak alasan yang dapat dijawab oleh sebagian golongan wanita yang memang enggan untuk menikah ini. Faktor ketidaksiapan lahir-batin, takut karir terhambat, dan trauma menjadi alasan primer dari berbagai alasan sekunder lain.
Tidak jarang mereka langsung mengalihkan topik pembicaraan apabila lawan bicaranya sedang membahas hal seputar menikah, ataupun mereka golongan takut menikah ini hanya diam tanpa berkomentar sedikitpun.
Dulu aku sempat bingung dengan wanita golongan enggan menikah ini.
Bukankah menikah itu hal yang indah? Memiliki partner hidup yang akan selalu menemani dan melindunginya, serta memiliki anak yang lucu.
Namun akhir-akhir ini sepertinya aku mulai terserang hal tak pernah kuduga sebelumnya. Ya, Syndrome-Takut-Nikah.
Alasanku banyak sekali.
1. Aku merasa belum yakin dengan diriku sendiri.
2. Aku belum berprofesi / bekerja.
3. Aku merasa ilmu fiqih tentang menikah belum kupahami sepenuhnya.
4. Aku belum membuat orang tuaku bangga dengan prestasiku, karena :
5. Aku belum lulus/wisuda!
Jadi tak pelak akhir-akhir ini aku agak menghindar dengan pembahasan mengenai cinta-cintaan. Aku merasa belum pantas saja mentelaah kisah suami-istri yang kurasa terkesan agak lebay.
Walau sudah menikah dan halal, pasangan tersebut tak perlu kan memanas-manasi insan yang belum lagi Allah berikan kesempatan untuk menyempurnakan separuh dien-nya?
"Ayo menikah!" Berikut slogan mereka.
Tak bisa kah mereka memahami, teman-temanku yang muslimah juga mau menikah, tapi Allah belum memberikan izinNya.
Jadi, dapat kita simpulkan disini bahwa ada dua golongan wanita yang masih single di usianya yang sudah sangat matang untuk menikah.
1. Mereka memang enggan menikah.
2. Mereka yang ingin menikah, ikhtiar untuk menikah, tapi Allah berkehendak lain.
Kalau aku pribadi termasuk dalam dua golongan tersebut 50%-50%. Aku belum siap menikah faktor keinginan orang tua yang ingin aku wisuda dan bekerja dulu, ya aku juga maunya seperti itu, itu adalah salah satu cara membahagiakan ortuku untuk saat ini. Namun aku tetap mencoba menerima setiap takdir yang Allah berikan. Allah Maha Tahu yang terbaik untuk hambaNya yang faqir ini.

Jumat, 11 Juli 2014

Dalam Hijrah-ku

Hari itu sekitar bulan Ramadhan tahun 2012, aku mau bukber temen-temen SMA. Saat mulai mau berangkat, tiba-tiba aku melihat selembar kain berwarna ungu muda. Gak tau kenapa aku langsung aku memakainya. Padahal aku bermaksud khusus di bulan Ramadhan aja berpenampilan lebih sopan seperti ini. Tapi tiba-tiba saja temen-temen mengatakan "Wah, sudah berhijab ya Vone sekarang?". Sontak aku kaget. Entah kenapa pertanyaan singkat itu seakan menyiratkan sebuah perintah. Teguran dari sesama muslim terhadap muslim lainnya bahwa "ya .. muslimah memang wajib berhijab." Tidak tahu kenapa aku merasa bahagia dengan kerudung yang memeluk kepalaku ini. Aku merasa terlindungi dan ada sesuatu dari jiwaku yang tidak aku temukan selama ini.

Hari terus berganti, aku malah merasa tidak dapat melepas hijabku. Aku ingin selalu bersamanya. Aku merasa Allah Melindungiku melewati kerudung ini. Akupun mulai mempelajari pergaulan dan adab sesama muslim seperti hubungan mahram dan nonmahram. Aku sedikit menjaga ucapan, tingkah laku, dan pandangan, terlebih dia temen-temen cowok. Aku berusaha semampuku agar tidak terlalu melebur dengan  mereka yang kadang dapat membuatku khilaf sanking serunya canda-candaan di kelas maupun di luar kelas.
Entah karena apa, hijab malah membuat hatiku semakin sensitif dalam menilai diriku sendiri. Aku lebih sering merasa banyak kesalahan yang telah kulakukan.

Pelan tapi pasti, aku mulai mencoba membaca buku-buku agama. Ya, aku memulai semua dari nol.
Suatu masa aku teringat bahwa waktu SMA aku memiliki kakak mentor yang hampir 3 tahun mengajariku setiap hari jum'at usai pulang sekolah di mushola sekolah. Memang dari seluruh SMA Negeri di Pontianak, SMA Negeri 2 Pontianak adalah SMA yang lumayan 'religius' dari yang lain. Tapi aku mengundurkan diri diam-diam karena aku saat itu belum terlalu paham tujuanku dimentoring seperti itu, walau diantara semua anggota kelompok liqo' ku, aku termasuk lumayan rajin (hehe ..) karena aku merasa gak enak aja ama kakak yang lagi sibuknya kuliah masih sempat singgah ke mushola. :'(
Allahu Akbar ... ternyata nomor kakak masih aktif dan saat itu beliau sedang berada di Solo untuk melanjutkan pendidikan S2 nya. Kakak ternyata skrg berprofesi sebagai dosen di STKIP Pontianak (sekarang sudah IKIP Pontianak). Setelah kakak pulang dari Solo kami janjian bertemu, kakak tetap manis dan menentramkan jika ku memandang wajahnya, sama seperti dulu. Ingin kumemeluknya sanking kangennya.

Awalnya aku bahagia menjalani hari-hariku seakan aku mulai menemukan sebuah arti cahaya kehidupan, arti jati diriku. Namun, ternyata prasangkaku keliru. Tak akan ada seorangpun yang merasa dirinya telah dekat dengan Allah Azza Wa Jalla, sebelum dirinya diuji, alias jangan ke-PDan beriman jika belum diberi cobaan hidup.

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:”Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?[2]. Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta,[3].
(QS.Al-'Ankabuut:2-3)

Ada sebuah tragedi yang membuat hatiku remuk hingga aku nyaris putus asa. Dulu aku belum memahami bahwa akan ada ujian berat ketika kita akan melangkah ke arah kebaikan. Akupun mulai menghubungi kakak. Aku mencurahkan segala kesedihanku sejadi-jadinya. Kakak hanya memegang tanganku, mencoba menguatkanku dengan berbagai nasihat dengan mencantumkan beberapa hadist yang setidaknya membuatku tenang. Dengan kondisi seperti ini aku membutuhkan 'penopang', walaupun semua ketenangan sejatinya berasal dari hati kita sendiri. Tapi kakak lebih memahamiku. Disinilah awal aku mulai mengikuti halaqoh lagi.

Entah Allah berkahendak lain, beberapa kali kami janjian selalu ada halangan. Akupun memaklumi karena selain menjadi murobbiyah, kakak juga seorang dosen matematika. Kakakpun mengatakan aku untuk halaqoh dengan murobbiyah baru. Kakak memberi nomor handphone murobbiyah baru dan ternyata rumah beliau gak begitu jauh dari tempatku.
"Assalamu'alaikum ... " salamku ketika berada di depan rumah, insya'Allah ini adalah rumahnya,
"Wa'alaikumsalam ..." beliau menjawab salamku dan keluar dari pintu.
Masya'Allah ... dari pertama memandang hatiku sudah sejuk. Beliaupun mengajakku kedalam untuk berbincang. Aku menceritakan siapa aku, beliau mendengarkan dengan seksama.

Hari berlalu, aku mulai mencoba berbaur dengan saudari-saudariku yang baru. Awalnya aku merasa cukup dengan ukhuwah dan beberapa ilmu yang kuperoleh. Namun, ternyata kakak memberi ilmu baru. Ialah Al-Qur'an.

Kakak mengenalkanku dengan Al-Qur'an. Mengenalkannya hingga merasuk qolbu. Tak seperti dulu, aku cuma menganal Al-Qur'an adalah kitab suciku, pedoman hidupku. Tapi kakak menimbulkan perasaan yang lain. 'Mencintai Al-Qur'an'. Kakak tahu betul selama halaqoh saat tilawah, bacaan Al-Qur'an-ku jauh tak lebih baik dari ukhti yang lain. Aku tak mengerti kenapa jalan hidupku seperti ini, tak pernah kubayangkan aku sekarang seperti ini. Inikah jati diriku? Dulu aku hanyalah seorang gadis otaku yang hobi ngeband dengan temen-temen cowok.

Kakak mengajariku Al-Qur'an mulai dari makhrajul huruf, tajwid, hingga hapalan. Setiap aku mendengar kakak membacakan ayat suci, hatiku damai sekali. Bacaan yang teramat indah. Aku ingin seperti beliau.
Maka kamipun mengatur jadwal pertemuan khusus untukku.
Awalnya kakak menyuruhku ta'awudz, basmalah, dan dilanjutkan dengan Al-Fatihah.
Kakak tidak mengejekku, walau kutahu bacaanku kacau. Kakak mengoreksi semua bacaanku. Alhamdulillah ... perlahan tapi pasti aku dapat memahami apa yang kakak ajarkan. Kakak juga menyuruhku perbanyak tilawah untuk melancarkan bacaanku dan sedikit demi sedikit memperbaiki bacaan dan huruf hijaiyah. Karena langkah pertama untuk menghapal ialah dapat membaca Al-Qur'an dengan benar dan lancar.

Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang membaca satu huruf dari Kitab Allah (Alquran ), ia akan mendapatkan satu kebaikan yang nilainya sama dengan 10 kali ganjaran (pahala). Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf." (HR Tirmidzi).

Awalnya aku belum mau (dibaca : belum mampu) mengarah ke tahfidz, aku merasa cukup dengan memperbaiki bacaanku. Tapi kakak memberikanku semangat seakan kakak percaya bahwa aku 'bisa', Insya'Allah.
Sekali lagi Allah berkehendak lain. Kakak mengusulkan aku bergabung di Rumah Qur'an IKIP. Kakak juga seorang dosen matematika, jadi aku mengerti sekali kesibukannya. Aku awalnya ragu karena aku kan dari Perguruan Tinggi Katolik. Mau bagaimanapun, sejak dulu aku selalu canggung jika bertemu dengan ikhwah baru. Tapi aku membuang semua canggungku demi mempelajari Al-Qur'an. Alhamdulillah mereka menyambutku dengan hangat melebihi prasangkaku. Ya, mereka ini adalah saudara-saudaraku. Dimana sekarang kami bertemu dengan tujuan yang sama, untuk memperdalam rasa cinta kami pada surat cinta dari Allah. Kedua kakakku itulah yang mengajari kami tahsin dan tahfidzh.

Merekalah murobbiyahku ...
Wajahnya mendamaikanku ...
Tutur katanya menyejukkan sanubariku ...
Segala puji hanya bagi Engkau ya Allah,.
Kasih sayangmu yang telah mengirimkan sosok yang menginspirasi seperti mereka ...
Mereka tetap sabar menemaniku yang bandel ini ...
Jazakillahu khoiran katsiroo, ya ukhti ...

Rabu, 09 Juli 2014

Margareth? Who's that??

Aku bingung mesti dimulai darimana, mungkin jikoshoukai aja dulu kali yaa.
Katanya Tak Kenal Maka Tak Sayang, tapi aku gak maksain kalian buat sayang sama aku.
Ada juga yang bilang Tak Kenal Maka Ta'aruf. Nah, ini lebih tepat.
Nama dare Pontianak ini adalah Margareth V.D, saat aku cari tahu apa arti nama 'Margareth' aku rada bahagia ketika aku tahu nama yang berasal dari bahasa Persia ini artinya ternyata "Mutiara yang Bercahaya". Cuma sayangnya aku gak bisa memanfaatkan 'takdir nama'ku ini dengan baik.Seharusnya aku bisa lebih girly, tapi  teman2 SD, SMP, SMA, bahkan temen kampus udah terlanjur mengenalku sebagai cewek 'otaku' yang rada tomboy karena hobiku ngeband dan bikin candaan2 aneh.
Aku itu hobinya banyak. Aku suka melukis, main musik, nyanyi lagu Jepang, nyanyi lagu Mandarin, nyanyi lagu Barat, nyanyi lagu Indonesia, nyanyi lagu Melayu (nah, khusus untuk menyanyi aja udah panjang), mambaca, menulis, hang out bareng temen, mempelajari hal baru, dan menjahit. Itu basic hobby aku sih.
Sekarang aku udah mulai mempelajari ilmu agama. Yup, aku mulai berhijab, menghapal Qur'an, mengikuti pengajian dan macam-macam kegiatan keagamaan, dan mempelajari ilmu agama dari Murobbiyah, buku, televisi, dan surfing in google. Tapi sekarang aku gak mau cerita banyak dulu, mungkin ada waktunya aku bisa menceritakan awal mula aku memperdalam ilmu agamaku agar menjadi muslimah yang lebih ok (uhuk!), insyaAllah beberapa kisah dapat menghibur dan menginspirasi bagi yang membaca. Tapi kalau gak mau baca, aku gak maksa. Pilihan ada di tangan Anda. Itu hak Anda. Kalau gak mau ya udah. Aku terjun nih .. (lebay detected)
Sip, lanjut!
Aku anak ke-3 dari empat bersaudara. Aku punya dua kakak perempuan, dan seorang adik laki-laki. Kedua kakakku sudah bekerja, kakak pertamaku seorang bidan di desa. Kakak keduaku kerja di Bank, dia sudah menikah dengan abang iparku (ya iyalah!) yang juga berkerja di Bank yang berbeda. Adikku yang cowok masih SMA, dan dia pendiam tetapi penyayang pada kakak-kakaknya termasuk aku (cuiitt cuiit).
Aku punya 2 ekor kucing, Doki dan Milo. tapi sebenarnya 4. Hmm... Baiklah, nanti kalau aku sempat dan masih hidup, akan kuceritakan.
Aku kuliah di Perguruan Tinggi Swasta dan mangambil jurusan Computer Science alias Teknik Informatika. Aku mahasiswi yang mereka bilang rada aktif dan rada cerewet. Karena apa? Karena seperti biasa, jurusan Teknik dipenuhi kaum Adam, jadi bisa ketebak siapa yang paling cerewet, bukan? Ya. Kami kaum minoritas, kaum Hawa. (LOL). Ya, kapan-kapan aku juga sharing suka dukaku menjadi mahasiswi berhijab Teknik Informatika, itupun kalau aku masih hidup. Jadi aku mohon doa dari teman sekalian agar aku tetap bertahan pada lika-liku kehidupan ini. (lebay akut detected).
Ini aku kasih sedikit penampakanku. Ini foto terbaru. Plisss banget, jangan terpesona. (Gubrakkk!) Ahaha.. Becanda doang.

Lain kali aku aku juga mau share mengenai hijab kreasiku. Buat narsisan aja sih, soalnya aku lebih sering pakai kerudung syar'i, hehe ...