music

Sabtu, 17 Oktober 2015

Alhamdulillah, Allah SWT Membantuku Dalam Sidang Skripsiku.

Alhamdulilah,. segala puji bagi Allah atas berkat dan karunia Nya hingga aku masih dapat menulis blog ini dalam keadaan sehat tanpa kekurangan apapun.
Banyak yang ingin kuceritakan mengenai beberapa kejadian hidupku yang telah lama tak kutuangkan dalam blog sederhana ini.
Berawal dari kisahku saat sidang hingga wisuda, dengan segala macam kronologi yang mungkin lebih dramatis ketimbang kisah cinta di FTV.
Hari itu tepat nya tanggal 7 Agustus 2015.
Pada pukul 12.00 WIB aku sudah sampai di dalam ruangan sidang. Saat itu kampus sudah sangat sepi. Kebetulan aku adalah peserta sidang terakhir, dikarenakan aku adalah mahasiswa "spesial", ya... Aku satu-satunya mahasiswi berhijab di sekolah tinggi swasta katolik yang tentu memiliki peraturan tersendiri dari sisi akademik maupun peraturan lain, termasuk seragam kampus.
Alhamdulillah Kaprodi-ku adalah seorang yang bijaksana dan baik hati. Meski beliau seorang nonmuslim, beliau amat teramat sangat membantuku dalam proses pergantian pembimbing sebelumnya, pemilihan waktu sidang, dan banyak hal lainnya. Bahkan beliau memilih dirinya sendiri sebagai pembimbing utamaku agar aku lebih mudah dalam konsultasi hingga penulisan skripsiku selesai pada waktu yang telah ditentukan. Subhanallah.
Kembali pada kisah sebelumnya.
Jadwal sidangku saat itu ialah pukul 13.00 WIB hingga 15.00 WIB. Aku sengaja datang lebih awal untuk beradaptasi dengan ruangan sidangku sambil mempersiapkan segalanya. Semua kupersiapkan dengan sematang mungkin.
Ruangan full AC ditambah kipas angin itu tak dapat menghentikan peluh yang bercucuran di badanku. Jantung yang berdebar dan bibir yang gemetaran mengingat waktu sudah menunjukkan hampir pukul 13.00 WIB.
Dosen pembimbing pembantuku datang paling awal mengingat beliau adalah moderator pada acara sidangku ini. Beliau menanyakan kesiapanku. Aku pun menjawab dengan senyuman yakin dan suara yang cukup tegas. "Saya siap, Pak."
Kemudian hadirlah penguji utamaku. Sekali lagi aku bersyukur karena kaprodi memilihkan 2 orang penguji yang aku kenal baik dan beliau-beliau ini telah memberikanku nilai A pada setiap mata kuliah yang beliau-beliau ajarkan. Betapa Allah Maha Baik telah memuluskan langkahku hingga hari yang kutunggu ini hadir.
Saat memulai berbicara pertama kali aku memejamkan mataku dan melafazkan doa nabi Musa a.s agar lidahku tidak kelu saat menyampaikan pokok isi programku ini dan berharap Allah Azza Wa Jalla membukakan hati dan pikiran beliau agar dapat menangkap semua kalimat yang kukeluarkan dari mulutku dengan baik.
Alhamdulillah saat aku sudah berbicara semua terasa ringan, seakan Allah yang membantuku dalam berbicara dan memilih kata-kata yang tepat hingga penguji utamaku terlihat puas dengan segala penjelasanku. Lagipula beliau hanya mengkritik penulisanku, bahkan beliau lebih banyak menanyakan hal pribadi yang berada di luar konteks skripsiku. Seperti aku anak keberapa dari berapa bersaudara, kesibukanku, ya... semacam itu.
Sesi penguji utama telah selesai dan alhamdulillah berjalan mulus. Tiba saatnya moderator memanggil penguji keduaku. Aku mengenal sosoknya saat memberikan mata kuliah kepada kami, aku sering menjawab pertanyaannya dan berani mengatakan "keliru" pada jawabannya. Ya, mungkin dia masih ingat aku yang begitu "resek" ini walaupun dulu aku belum mengenakan kerudung.
Pada awalnya beliau terus mengkritik isi programku bahkan mengatakan.
"Saya ini bingung dengan program yang kamu buat. Apa yang sebenarnya kamu buat ini? Aneh dan tidak nyambung."
Sontak jantungku merasa mau copot. Namun aku tak mau menunjukan ekspresi takutku pada beliau, aku tetap menjawabnya dengan perlahan namun tegas. Aku berusaha meyakinkan pada beliau programku ini tak kalah hebat dibanding program yang dibuat oleh temanku yang lain.
Tapi beliau tetap kekeuh dengan pendapat beliau. Alhamdulillah dosen pembimbingku yang selaku moderator ini ikut menjelaskan pada beliau mengenai programku ini, karena sepertinya beliau belum menguasai materi yang telah kuberikan. Ada kesalahpahaman disini.
Beliau akhirnya mulai serius mendengarkan penjelasanku dengan kepala dingin. Hingga pada satu pertanyaan beliau yang amat kutakutkan akhirnya beliau tanyakan. Aku pasrah dan tak tahu harus bagaimana saat itu.
Jam sudah menunjukan pukul 14.35 WIB. Masih ada waktu 25 menit beliau menunggu jawabanku.
Namun aku tak sengaja melihat ekspresi beliau agak sedikit kaget saat aku membongkar isi programku yang bisa dibilang amat kompleks. Saat itu beliau mungkin menyadari telah salah mengatakan program buatanku adalah program biasa. Beliau tetap menunggu namun aku sama sekali blank saat itu.
Tiba-tiba datang sosok wanita, yang ternyata wanita itu ialah ketua akademik. Beliau meminta izin untuk memanggil dosen pengujiku itu. Kondisi itu tak kusia2kan, aku benar-benar berusaha mencari jawabannya sekeras mungkin. Itupun dibantu oleh dosen pembantuku yang amat sangat baik. Mangarahkanku bagaimana sebenarnya pertanyaan yang dimaksudkan oleh penguji. Alhamdulillah, walau tak begitu menguasai akhirnya aku mendapatkan setitik ilham nanti jika beliau kembali ke ruangan ini, setidaknya aku tahu sedikit bagaimana menjelaskannya walau penjelasan mengenai pertanyaan beliau itu hanya kukuasai 30% saja.
Waktu sudah menunjukkan pukul 16.30 WIB beliau belum lagi kembali. Alhasil penguji utama mendatangi ruangan sidangku dan menanyakan dimana keberadaan dosen penguji keduaku yang belum juga kembali.
Tidak lama kemudian beliaupun kembali dengan rasa tidak enak karena telah ditunggu para dosen pembimbingku dan penguji lainnya.
"Maaf, ada urusan tadi. Jadi bagaimana Margareth? Sudah dapat jawabannya?"
Saat aku mulai menjawab beliau langsung mengatakan "Sudah? Baiklah. Ok lah."
Proses sidangpun dinyatakan selesai, aku diminta keluar ruangan sementara karena beliau-beliau sedang mendiskusikan hasilnya.
Aku sedikit gemetaran, tak menyangka, terheran-heran. Bagaimana bisa aku telah melalui ini semua? Semua terasa mudah dan menyenangkan, sekaligus mendebarkan.
Kulihat isi sms mama dan sahabatku. Beliau menanyakan bagaimana hasilnya. Aku mengatakan bahwa semua berjalan lancar. Alhamdulillah. Mama pun turut mendoakan moga mendapatkan hasil yang baik. Apapun hasilnya itu yang terbaik, itulah hasil perjuanganku selama ini.
Aku tawakal, ya... hanya itu yang dapat kulakukan sambil menatap langit menunggu dosen memanggilku.
Ya, aku mendengar suara beliau memanggilku.
Saat aku kembali ke ruangan beliau tampak seperti senyum-senyum saja.
Lagi-lagi kaprodi sekaligus pembimbing utamaku sudah tak ada lagi di ruangan.
Saat aku kembali aku ditanya "Kamu yakin lulus, Margareth?"
Dengan perlahan dan yakin aku menjawab "Semestinya saya lulus, Pak."
Beliau tertawa, apalagi dosen penguji keduaku ini yang kutahu suara tawanya memang besar, sesuai dengan postur tubuhnya yang tinggi besar.
Sebelum dibacakan hasil oleh kaprodi yang belum lagi hadir itu, aku ditanya oleh penguji kedua sebuah pertanyaan yang membuatku tak tahan ingin menangis sekeras mungkin.
"Apa alasan dan kapan kamu memutuskan untuk berjilbab, Margareth?"
Aku nyaris tak dapat mengeluarkan suara, hanya menangis. Segala hal berkumpul di otakku. Bagaimana perjuangan orang tuaku, perjuanganku terpontang-panting dalam mempertahankan hijabku, hingga aku sempat ingin berhenti melanjutkan kuliah, semua berkumpul jadi satu di otakku.
Beliaupun tak mau melihatku terus menangis dan mengatakan tidak apa-apa jika aku tak bisa menjelaskan. Entah kenapa saat itu emosiku benar-benar meluap seketika.
Tiba-tiba terdengar suara "Yah.. Saya belum membacakan hasil kenapa Margarethnya sudah dibikin menangis... Antiklimaks dong jadinya."
Ternyata dosen pembimbingku, kaprodiku.
Aku menangis sambil tertawa kecil melihat beliau semua tertawa kecil melihatku.
"Bukan apa, Pak. Saya ingat sekali dia (*aku) ini sering sekali resek di setiap matakuliah saya. Giliran saya bikin dia nangis. Hahahaha..." Beliau tertawa lagi. Ternyata benar, beliau masih mengingat saya.
Tanpa berlama-lama beliau pun membacakan bahwa hari itu tepatnya tanggal 7 Agustus 2015 pukul 16.40 Aku dinyatakan resmi menyandang gelar S.Kom.
Aku semakin menangis sejadi-jadinya. Dosen-dosen melihatku sambil tersenyum. Bahkan dosen pengujiku itu membantuku memberikanku tissue karna air mata dan ingusku sudah kemana-mana saat itu. Melihat kejadian itu, kami pun tertawa bersama.
Dosen penguji utamaku melanjutkan "Margareth, kamu mesti ingat hari ini. Hari yang bersejarah dalam hidupmu. Ketika kamu sudah sukses kelak, kamu harus mengingat hari ini. Karena melihat nilai-nilai mu ini sangatlah baik, saya tahu kamu memiliki potensi. Mungkin kamu bisa menjadi seorang pengusaha, atau orang besar lainnya."
"Aamiin... Terimakasih banyak, pak." Kataku sambil kembali meneteskan air mata.
"Awalnya saya kira progarm yang kamu buat ini biasa saja dan flat sekali. Namun setelah hari ini saya datang jauh-jauh menuju kesini saya merasa puas dengan penjelasan kamu. Pemikiran saya berubah 180 derajat." Sambung dosen penguji keduaku tersebut.
"Terimakasih, Pak." Ya... Hanya kalimat itu-itu saja yang dapat kuungkapkan.
Nilai akan kuketahui beberapa hari kemudian.
***
Hari berlalu, aku berada di ruang cyber untuk mengisi biodata peserta wisuda walau kutahu aku tak bisa menghadiri wisuda dikarenakan masalah kerudung. Tapi tak mengapa, itu hanyalah hari bonus, lagi pula aku dipinjamkan toga untuk berfoto dengan kedua sahabatku di studio. Yang terpenting aku mesti tahu berapa hasil sidang skripsiku kemarin. Ku korbankan lagi hari kebahagiaan dan kebanggaanku demi hijabku ini. Kutahu Allah akan Membayar ini semua, kutahu Allah Maha Kasih.
Aku tak begitu berharap nilai yang tinggi, bahkan teman-temanku yang programnya bagiku lumayan hebat saja hanya mendapatkan nilai 'C'. Teman-temanku yang IPK nya diatas 3.00, yakni tergolong sangat cerdas dalam jurusan sekelas Teknik Informatika nilai tertingginya adalah 'B'.
Aku pasrah jika hanya mendapat 'C' aku sudah bersyukur. Bagaimanapun aku pernah mendengar kalimat dosen bahwa :
"Syarat untuk mendapat B itu mesti menguasai materi skripsinya, dan programnya berjalan lancar tanpa kendala sedikitpun." beliau melanjutkan "Untuk mendapat nilai A. Itu untuk mereka yang penelitiannya bukanlah oenelitian biasa, penguasaannya sempurna, dan presentasinya sangat baik. Hanya orang pilihan yang bisa mendapatkan nilai sidang 'A', apalagi di jurusan teknik."
Ya... Aku hanya berdoa dalam hati "Ya Allah... Berikanlah nilai 'B', aku ingin dibayar oleh Engkau sebagaimana aku mempertahankan hijabku dan agamaku sebagai golongan minoritas di kampus ini. Engkau tak mungkin tak mendengar doaku ini. Kutahu Engkau Maha Pengasih lagi Maha Bijaksana."
Pernah aku membaca bahwa Allah juga Maha Malu. Dialah dzat yang akan malu jika tidak mengijabah doa hambaNya yang telah bersusah payah dalam berjihad.
"Margareth, nilai sidangnya 'A'."
Aku antara setengah sadar dan tidak. Benarkah ini semua?
Speechless dan terheran-heran. Bagaimana mungkin ini, ya Allah.
Ya itu lah salah satu kekuasaan Allah.
Dia akan membayar apapun yang hambaNya perjuangkan, apalagi demi menjalankan syar'i.
Bagaimana kita berada di kalangan yang berbeda dengan kita, kita yang berlakon sebagai minoritas ini.
Segala Puji bagi Allah atas segalanya...
Berikut hasil perjuanganku slama ini.

 Aalhamdulillah, aku lulus dengan predikat cumlaude.


Meski tak ikut wisuda, setidaknya aku dapat berfoto dengan kedua sahabatku yang kece-kece ini. Hehehe... 
Terimakasih ya Allah atas segala limpahan karuniaMu kepada hamba.
Allahu Akbar...

Rabu, 24 Juni 2015

Untukmu Calon Imamku

Untukmu, calon imamku ...
Seandainya engkau tahu betapa lelahnya aku mencarimu, dengan berbagai cara kumencarimu.
Sudah beberapa dari mereka hadir satu persatu menawarkan kasih dan mengukir masa depannya bersamaku.
Namun semua tiada yang mampu sampai pada impian kami.
Ada dari mereka yang aku kira itu kamu, dari aku masih belum berhijab hingga aku istiqomah menutup auratku.
Ada dari dia, orang pertama yang menyuruhku menutup aurat. Aku menertawakannya bahwa aku tak mungkin menutup auratku saat aku merasa cantik dengan rambut ikalku ini.
Ada dari dia, orang kedua yang usianya terlampau 11 tahun, kami hanya berkomunikasi jarak jauh. Dia pria berasal dari Bandung, dia ahli dalam komputerisasi. Tapi setahun lebih yang lalu kami bertemu saat kami sudah memutuskan untuk tak bersama.
Ada dari dia, orang ketiga. Inilah orang yang kusangka-sangka adalah kamu. 3 tahun aku menjalin hubungan bersamanya. Usia kami terpaut 10 tahun. Dia sosok yang dewasa, sabar, dia begitu sempurna disaat aku begitu jahil. Dimasa inilah aku memutuskan untuk menutup auratku. Namun orang tua tidak menyetujui hubungan kami karena kendala ayahku seorang Nasrani, lagipula saat itu usiaku masih 20 tahun. Tidak ada satupun yang setuju keputusan kami untuk menghindari zina. Akhirnya kami berpisah saat kami telah merencanakan semua. Aku tak pernah merasa terpuruk hingga menelantarkan studiku bertahun lamanya. Ya, aku menyangka dia adalah kamu. Ternyata bukan.
Setelah berakhir dengannya, aku semakin menguatkan imanku hingga aku tak pernah lagi melakukan kontak fisik dengan pria nonmahram.
Saat ini banyak pria yang singgah di hidupku dalam kurun waktu tak lebih dari 2 bulan, datang dan pergi. Ada pria yang bebas, fotografer, sampai pria yang sangat jauh dunianya beda denganku. Bahkan dari dia ada yang mengaku mengagumiku namun tak dapat menggapaiku karena baginya aku terlalu suci untuk dirinya yang hina. Padahal aku tak merasa demikian. Aku tak melihat pria dari masa lalunya. Selama dia mau bertaubat aku akan menerimanya. Namun tentu saja bukan hal mudah menyatukan dua insan yang berbeda dunia. Lagipula ibuku takkan mau aku berdampingan dengan pria yang tak sekufu denganku. Ya mereka semua jauh dari kata berhasil mendampingiku. Mereka hanya bumbu-bumbu dalam perjalananku menantimu.
Kemudian ada dia, orang keempat. Meski kami jauh, tapi aku sangat percaya padanya. Dia memiliki banyak persamaan denganku. Aku kira dialah jodohku usai aku lelah menatimu. Dia pria baik-baik, bahkan semua hal yang aku suka ada padanya. Namun kami berpisah jua karena miss communication. Enam bulan kami mencoba mewujudkan impian kamu, ternyata lagi-lagi aku gagal saat kami sudah mempersiapkan semua. Aku sampai berniat untuk menunda studiku lagi, namun aku berusaha kuat. Terpaksa aku mencari pelampiasan dengan menjalin dengan pria lain agar aku tak merasakan jatuh seperti dulu. Aku trauma. Dari pada hal terburuk terjadi lagi, aku memang bodoh dalam hal ini.
Ini pria yang sedang berhubungan denganku. Sangat kecil kemungkinan dia adalah kamu. Walaupun aku tahu ini tak mungkin. Tahu kah kamu, calon imamku, aku hanya takut studiku terbengkalai jika aku merasakan patah hati. Ya, kamu pasti menyalahkanku kenapa aku mencari pelarian seperti ini. Kamu akan kecewa denganku.
Dia pria kelima. Dia adik temannya kakak. Kami bernah bertemu 2 tahun lalu. Akhirnya dia menyatakan cintanya padaku saat aku terpuruk pasca perpisahan dengan pria yang mengajakku komitmen sebelumnya. Tahukah kamu? Dari semua mantanku, hanya dia yang protes dengan penampilan ku yang selalu mengenakan rok panjang dan jilbab tertutup.
Ya, dia berkata jujur, tapi tahukah aku menangis setelah mendengar dia mengatakan itu. Aku menyayanginya dan mengaguminya, aku bahkan sempat ingin pergi jauh bersamanya merasakan kebebasan yang slama ini belum pernah kurasakan dengan pria yang kukasihi. Tapi ini sudah keterlaluan. Aku menjelaskan semua bahwa ini bukan cinta, cinta ialah saling menghormatiku. Aku takut dia meninggalkanku disaat aku terpuruk seperti ini. Akhirnya dia meminta maaf padaku. Dia mengatakan aku berbeda dengan wanita sebelumnya. Aku adalah wanita yang keras akan prinsipku. Paradigma kami tentang agama kadang kala sering bertabrakan.
Hingga sekarang hubungan kami masih menggantung setelah aku sadari dia tak begitu serius denganku. Dia masih ingin bersenang-senang. Tapi yang pasti bukan aku wanita itu. Aku masih mempersiapkan diri kelak jika dia ada kesempatan untuk bertemu denganku agar kami hanya berteman saja. Ternyata benar, hubungan ini hanya pelarianku.
Aku lelah merasakan itu semua. Berapa kali aku merasa kecewa dan tersakiti.
Kapankah kau hadir, wahai calon imamku.
Tahukah kau bagaimana aku disini? Aku begitu lelah menantimu.
Sedang apa kau disana? Aku disini tetap menepati janjiku untuk menjaga kesucianku untukmu.
Aku memperkuat pondasi keimananku, meski beberapa kali hampir digoyahkan. Tapi Allah tetap sayang padaku. Allah mempersiapkan aku untukmu dengan sebaik mungkin, insyaAllah.
Kau pasti juga sekarang sedang berjuang mencariku bukan?
Sesaat lagi aku akan sidang skripsi, tak lama lagi aku akan wisuda, memiliki pekerjaaan yang layak. Mungkinkah disaat itu kita akan dipertemukan, duhai calon imamku?
Tak usah gusar wahai calon imamku. Meski banyak dari mereka berusaha menggodaku dan menggoyahkan kehormatanku, aku masih melindungiku dan mengingatmu disana yang sedang berjuang menemukanku.
Meski kita belum bertemu, aku akan memberikan semangat untukmu.
Semangatlah, aku disini menantimu dengan kondisi sebaik-baik. Demikian pula kamu, bukan?
Moga juga kita dipertemukan dalam kondisi yang baik, diantara orang-orang yang baik, dan tempat yang baik.
InsyaAllah...
Nantikan aku, wahai calon imamku. Sebagaimana aku menantimu.

Rabu, 03 September 2014

About My Style (Dulu dan Sekarang)

Kalau ngomongin soal pakaian, aku orangnya seneng banget memadu-padankan antara pola, warna, dan bentuk pakaian. Aku mesti menyesuaikan situasi dan kondisi. Jujur, aku tertarik sekali dengan dunia fashion.
Ketika menghadiri suatu majelis, aku berpenampilan layaknya seorang jama'ah. Ketika jalan bersama keluarga, aku lebih kalem dan santai. Ketika hang out bareng temen aku senang tampil casual nan modis. Namun semua dalam standar syar'i tentunya. Kalau dari kiblat fashion, aku menyukai Hana Tajima. Jujur, bagiku dia sangat keren, terkadang sedikit sporty, namun tetap elegan. Sesuai banget dengan watakku yang penuh semangat dan santai.
Beberapa jenis style aku pernah coba, namun tidaklah begitu ekstrim karena aku kan bukan pubic figure. Aku mencoba sebisaku untuk tampil percaya diri dengan hobiku dalam fashion.
Aku senang sekali dunia desain, aku sudah belajar desain sejak SMP secara otodidak. Setengah tahun kemarin aku sempat mengambil kursus menjahit dan alhamdulillah aku telah mengerti cara membuat pola, menghitungnya, dan menggunakan mesin-mesin itu sendiri.
Misa, tokoh film Death Note
Sebelum berhijab, aku memang suka sekali mencoba hal-hal unik dalam berpakaian. Aku dulunya adalah seorang otaku, yakni sering meniru cara berpakaian kartun jepang yang menurutku mereka sangat keren atau cute. Contohnya, aku pernah meniru cara berpakaian Misa, tokoh wanita di film Death Note.
Miniatur Miku Hatsune
Karena dulu aku sering tampil ngeband, aku sering sekali berpakaian sedikit freak (menurut emakku), dengan kaos kaki belang, sepatu kets, hingga sarung tangan akan selalu jadi pelengkap wajib dalam berpenampilan di atas panggung, mungkin kira-kira sedikit menyerupai Miku Hatsune. LOL.
Baik sebelum berhijab maupun sesudah, aku tetap mencintai dunia fashion. Walau dengan perbedaan model yang berubah 180 derajat. Dari gadis otaku hingga menjadi seorang akhwat (teman pengajianku menyebutku begitu).
Hana Tajima, hijab designer
Walaupun aku berhijab, tetap saja kiblatku jatuh kepada wanita jepang yakni Hana Tajima yang merupakan seorang wanita mualaf yang sangat cute. Masya'Allah.
Namun tidak semua kuikuti, kiblat sesungguhnya tetaplah pada aturan agama, tidak ketat, menutupi dada, menggeraikan hingga dibawah mata kaki.
Berikut ayatnya:

Hendaknya menutup seluruh tubuh dan tidak menampakkan anggota tubuh sedikit pun, selain yang dikecualikan karena Allah berfirman, “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang biasa nampak.” (An-Nuur: 31)

Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman,“Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (Al Ahzab :59).

Dengan berpegang teguh pada ayat-ayat suci Al-Qur'an, serta tidak membuang jauh-jauh hobiku dalam dunia fashion, aku mencoba lebih sedernaha nan enjoy.
Dengan tinggi badan 165cm keatas dan berat badan dibawah 48kg, aku termasuk wanita beruntung yang dapat mengeksplorasi cara berpakaianku. Salah satu pelengkap yang tak pernah kubuang sebelum dan setelah berhijab ialah sepatu kets dan boots. Aku merasa senang menggunakannya. "Inilah aku", ketika aku melihat sepatu yang kukenakan.
Salah satu 'property'ku
Aku menyukai warna pastel dan natural, walau bukan tidak mungkin aku menggunakan warna-warna seperti merah atau kuning cerah. namun aku merasa kurang enjoy dengan warna tersebut, mungkin terlalu feminim untukku.
Kemarin aku pergi bersama adik sepupu ke xxi, tiba-tiba aku terpikir untuk memakai jaket jeans dengan tema grey, abu-abu.
Berikut properties beserta keterangannya.
1. Jaket jeans
Jaket Jeans merupakan outer yang tebal dengan tekstur sedikit lebih keras dan kasar yang biasa digunakan untuk berpegian jauh. Walau dekat juga tidak mengapa sih. Jaket jeans sendiri kini kembali diminati kaum hawa setelah lama ditinggalkan. Jaket ini membuat penampilan menjadi casual.
2. Long Dress
Long Dress adalah pakaian wajib yang masti dimiliki wanita. Kenapa saya bilang begitu? Karena long dress adalah pakaian sebenar-benarnya kaum hawa. Ada yang lengan panjang, ada pula lengan buntung. Disini saya menggunakan lengan buntung dan berwarna abu-abu (warna favorit) dengan bahan spandek kaos. Simpel namun tidak menghilangkan kesan feminim, bukan?
3. Tas Ransel
Pastinya tas ransel yang saya pakai ialah tas ransel khusus wanita. Agar tampil lebih casual dan remaja, aku senang sekali menggunakan tas ini, selain dapat memuat banyak barang seperti Al-Qur'an, tablet, dompet, buku, dan lainnya. Punggung juga rileks dan mudah digunakan. Cocok untuk wanita sepertiku yang gak suka ribet.
4. Flat Boots
Ini dia property favoritku. Dimanapun orang menjual boots, mahal atau murah pasti kulirik dan rasanya pengen kubeli semua (muncul sifat 'cewek'nya). Kenapa mesti flat? Karena kakiku itu mudah capek dan boots adalah pilihan wanita yang ingin tampil 'anti-mainstream' namun tetap mempertahankan kesan feminim nan casual.
5. Kerudung
Kerudung yang kugunakan disini ialah berbahan kaos kualitas yang terbaik dengan harga terjangkau. Adem dan instan. Mengingat aku sedang menyukai kerudung simpel dan kebetulan warna abu-abu lagi. Hehehe.
6. Kacamata dan Jam tangan
Itu bukan kaca mata buat gaya-gayaan doang. Itu kacamata minus campur silinder. Mataku memang tidak sejernih dulu karena posisi membaca dan menghadap laptop yang sering salah (jangan ditiru). Lalu ada jam tangan, ini benda wajib semua orang selain untuk melihat waktu untuk sholat, juga menambah nilai plus dalam berpenampilan.

"Mencintai dunia fashion tiada larangan, namun tetaplah berpakaian layaknya seorang muslimah yang sopan nan longgar. Hal terpenting dalam berpakaian bukan soal gaya saja, namun lebih pada kenyamanan ketika memakainya dengan tidak meninggalkan basic style secara pribadi. Hey, Ladies. Berkilaulah." By Me.

Selasa, 02 September 2014

Mahasiswi IT Berhijab itu "Aku"


Ini adalah buku bacaanku dikamar
Ialah "Aku", mahasiswi berhijab yang sudah terlanjur menuntut ilmu di salah satu Perguruan Tinggi Swasta Katolik di kota ku. Aku tidak menyesalinya, karena sekarang aku berhasil bertahan hingga 4 tahun dan sekarang aku sedang break sebelum melanjutkan BAB 3 skripsi ku.
Impianku dulu begitu tinggi, yakni hanya 3,5 tahun untuk meraih gelar S.Kom, bahkan dengan predikat cumlaud. Jujur indeks prestasi-ku bisa dikatakan "baik" yakni 3,5 keatas. Untuk level Teknik Informatika atau Computer Science bagi sebagian orang adalah prestasi. Belum lagi mereka melihat aku adalah seorang 'wanita' yang biasanya ahli dalam hal intuisi dan perasaan dibandingkan logika. Seperti yang kita ketahui bahwa jurusan "teknik" adalah jurusannya kaum adam yang didalamnya terdapat mata kuliah yang cenderung kearah logistik. Sedang teman-teman SMA-ku yang perempuan kebanyakan mereka mengambil jurusan kesehatan, akuntasi, atau bahasa.
Teknik Informatika umumnya diminati kaum adam, kalaupun wanita dia pasti hobi otak-atik komputer dan sedikit agak "kelaki-lakian" alias tomboy.
Dulu, aku memang tidak terlalu feminim, tp sejak aku hijrah (baca Dalam Hijrah-ku), aku mulai membiasakan diriku dengan berpakaian layaknya seorang muslimah. Ya, menggunakan kerudung, memakai rok, kaos kaki, namus setidaknya aku selalu menghormati kampus dengan kemeja dan sepatu kets.
Awalnya aku merasa comfort dengan keadaanku ini. Namun beberapa kerikil kecil mulai mengawali perjalanan hijrahku.
Orang takkan menyangka bahwa sejak lahir aku adalah seorang muslimah karena aku memiliki nama lengkap yang tidak "islami" sama sekali, (baca Margaerth? Who's that?). Ayahku seorang Nasrani, tapi dia seorang ayah yang hebat dan sangat menyayangiku. Ya, kami beda keyakinan.
Yup, kembali pada topik semula.
Ketika dosen memanggil namaku, pasti beliau-beliau akan menganggapku sama seperti dominasi yang lain. Mungkin saya seorang Protestan (seperti ayahku) atau Katolik.
Masuklah pada semester tujuh tepatnya saat itu aku hanya ada 1 mata kuliah yang menyebabkan aku jadi jarang ke kampus.
Dosen tercengang, begitupun teman-teman. Apa yang menyebabkanku berani-beraninya menggunakan hijab di kampus swasta katolik? Aku sendiri agak kurang menyangka dengan keberanian ini. Namun pada jam-jam terakhir, alhamdulillah mereka dapat "menerima"ku dengan berusaha memperlakukanku seperti aku yang belum berhijab kemarin-kemarin.
Mulailah pada saat penyerahan outline dan judul skripsi. Awalnya dosen-dosen hanya melihatku dengan pandangan sekilas langsung bersikap biasa saja. Ya, aku merasa aman sampai sejauh ini.
Tapi tak kusangka hari itu tiba, saat aku masuk ke ruangan dosen yang saat itu lumayan ramai dari biasanya, ramai oleh dosen yang baru saja mengawas ujian serta beberapa mahasiswa yang juga sibuk konsultasi sepertiku, saat itu aku sedang konsultasi BAB II. Di luar ruangan dosen sudah banyak yang mengantri.
Dosen wanita itu mengatakan "Apakah style seperti itu sedang nge-trend?"
Lalu dosen laki-laki lain yang ternyata itu direktur pula yang entah menjawab apa, suaranya agak samar-samar.
Suara dosen perempuan itu agak lebih diperbesar "Ya, kan kita ini seharusnya pemerataan. Seluruh pakaian mahasiswa mahasiswi sudah ada ketentuannya. Tidak boleh membawa nama RAS." timpalnya.
Aku mendapat sindiran yang sedikit memporak-porandakan hatiku. Apalah aku bukan seorang Asiyah istri Firaun yang terbiasa menghadapi situasi dan masalah kecil semacam ini. Padahal dosen pembimbing dihadapanku ini biasa saja, tidak ada keberatan sama sekali melihatku seperti ini.
Nyaris otakku terbagi dua saat itu, antara penjelasan dosen pembimbingku dengan sindiran yang ada dibelakangku. Belum lagi pandangan mahasiswa yang dari berbagai jurusan menatapku seperti aku ini freak.
Keringatku mulai mengucur, aku tetap diam dan berusaha bijaksana dalam menyimak penjelasan dari dosen pembimbing yang mana saja hal-hal yang harus di-revisi dalam penulisan skripsiku.
Saat itu aku merasa sendiri, sahabat karibku tidak ada disisiku yang bisa menguatkanku. Belum lagi saat menuju parkiran seluruh pandangan mahasiswa yang aku tahu mereka adalah adik-adik tingkat menatapku tajam dan dingin.
Aku tetap tenang dan beristighfar sebanyak mungkin. Hei, ini cuma kerikil kecil, lupakan saja. Aku menghibur sendiri diparkiran kampus.
Namun aku tetaplah aku, aku adalah wanita yang sangat sensitif dalam perkara hati.
Seolah watak asli dunia tampak didepan mata kepalaku sendiri, detik menjelang pengambilan skripsi awalnya begitu menyenangkan bagiku, namun ternyata sulitnya disaat aku mulai baru berhijrah menjadi muslimah yang lebih baik.
Berbagai masalah pribadi dan masalah keluarga membuatku semakin enggan melanjutkan skripsiku yang padahal tinggal beberapa langkah lagi.
Namun beberapa bulan belakangan aku mengalami fase yang cukup berat dalam hidupku seakan impianku semuanya hancur.
Jangankan melanjutkan skripsi, memandangnyapun aku enggan.
Seolah kampus adalah tempat horor bagiku.
Bahkan sahabatku mengatakan kaprodi sedang menanyakan keadaanku (baca : keadaan skripsi-ku), beliau takut aku kacau. Deadline tersisa kurang dari 20 hari penyerahan BAB 3, BAB 4, dan BAB 5. Namun aku belum jua melanjutkannya.
Tiba-tiba aku lupa dengan tujuan program yang handak kubuat.
Aku mulai ikhtiar sekali lagi, jikalau aku mesti mengganti judul maka itu yang terbaik dari Allah untukku.
Aku sendiri meragukan untuk bekerja dibidang IT akhir-akhir ini, apakah pasionku yang telah berubah.
Aku pernah membaca apabila seorang programmer adalah pria, maka ia akan sedikit "lupa" pada anak dan istrinya, dikejar deadline, dan di otaknya cuma coding.
Bagaimana ketika sholat, tiba-tiba saat membaca al-fathihah dia mendapat ide? Bukankah itu dosa.
Apalagi jika programmernya seorang akhwat (teman-teman pengajianku menyebutku "akhwat")! Aku tak yakin profesi ini tak menggangguku sebagai istri, ibu, dan pendakwah yang baik. Aku mengenal watakku.
Ketika aku menjadi seorang programmer, maka aku harus menjadi programmer yang total.
Sekarang aku lebih memilih jalanku merintis di dunia fashion.
Aku lumayan bisa mendesain hijab, dan aku juga bisa menjahit.
Alhamdulillah ibu mendukungku dengan mem-privat-kan aku kursus menjahit berkenaan dengan hobiku dibidang fashion sejak aku SMP.
Jujur kuliah dijurusan Teknik Informatika adalah pilihan ibu, karena ibu tahu kelebihanku dalam ilmu pasti seperti matematika dan logika.
Kuliah di kampus swasta katolik juga pilihan ibu, karena ibu tidak mau aku kuliah jauh dari rumah (alasan yang sedikit menggelikan).
Aku dikenal anak rumahan, ayah, ibu, kakak-kakak, abang ipar, bahkan adikku satu-satunya yang bungsu sangat memanjakanku. Namun sejak aku berhijrah (insyaAllah ini adalah hijrahku), aku berharap aku lebih bijaksana dan dewasa dalam bertindak.
Aku berharap segera menjadi muslimah yang lebih dewasa atas bimbingan murobbiyahku, keluargaku, teman-teman, dan terutama bimbingan Allah melalui ujian hidup.
Ujian hidup setidaknya menjadikan aku lebih dewasa dan berpikiran terbuka apa makna hidup ini.
Aku tak perlu mengejar karir demi mendapat penghormatan seperti niatku sebelumnya.
Karir ini demi imanku. Bagaimanapun aku akan tetap ikhtiar dalam menyelesaikan skripsi ini sebagai pernghormatanku pula kepada orang tuaku yang telah bersusah payah menyekolahkanku hingga tahap ini. Aku tak boleh mengecewakan mereka.
Hobi adalah hobi.
Kewajiban adalah kewajiban.
Yang penting ialah melakukan yang terbaik dan serahkan semuanya kepada Allah Azza Wa Jalla.
Apalah artinya dihormati manusia sedangkan aku belum spesial di mata Allah?
Salam ukhuwwah! ^_^

Sabtu, 30 Agustus 2014

Muslimah Terjaga dan Muslimah Hijrah

"Manusia memiliki segunung kekurangan.
Manusia juga memiliki berjuta aib.
Tatkala dia terjebak di dalam sebuah dosa..
Dia tetap menutupi aib hambaNya.
Maha Besar Kasih SayangNya."



Setiap wanita memiliki jalan hidup yang tertulis di lauh mahfuzh. Namun Allah Azza Wa Jalla telah menghilangkan seluruh memori di otaknya hingga ketika dia terlahir di bumi ini dia menjadi insan yang lupa dengan apa yang telah dia tulis.
Kisah dua muslimah dari jalan yang terjaga dan jalan hijrah saya peroleh dari salah satu murobbiyah saya terdahulu. Tulisan ini merupakan pengembangan dari statement beliau.
Insya'Allah.
Bismillahirahmanirrahiim.
Beberapa muslimah yang dari dulu terjaga, maka ia lebih mudah menjalaninya dibanding muslimah yang berhijrah.
Muslimah yang terjaga berjalan di garis putih tanpa perlu melihat kebelakang.
Muslimah yang berhijrah ialah wanita yang berasal dari garis hitam dan merah, untuk memasuki garis putih dia harus melewati gunung berapi dan jalan berduri. Manakala dia memaksa diri untuk melewatinya, terbakarlah beberapa bagian tubuh dan terkoyaklah kakinya oleh duri.
Kalaupun telah sampai, dia tetap dapat melihat bekas lukanya yang entah kapan akan menghilang.
Dia tetap dapat melihat kebelakang jalan hitam yang pernah dia lalui bertahun-tahun.
Walaupun ketika dia telah mencapai garis putih, ya, saudari-saudarinya penghuni lama garis putih inilah yang segera menopangnya dan mengobati luka bakar dan luka lainnya. Namun tiada ada yang mengetahui bekas lukanya kecuali Sang Maha Pengasih.
Sesekali dia terkenang, seketika itu pula ia merasakan arti ukhuwah yang menyejukkan qolbu.
Apabila saudari-saudarinya terbiasa nan istiqomah di jalan dakwah.
Namun dia memiliki ujian khusus dari Sang Maha Kuasa
Orang yang berhijrah lebih berat dalam istiqomah.
Dia harus melewati tiga lapisan. Lapisan pertama ialah lapisan taubat, lapisan kedua ialah lapisan ujian hijrah, lapisan ketiga barulah lapisan menuju istiqomah.
Biasanya dia gagal di ujian hijrahnya. Namun biasanya Allah membantunya ketika harus remidial.
Keberhasilan dalam ujian remidial inilah yang memantapkan langkahnya menuju gerbang istiqomah.
Maha Baik Allah yang telah meluluskan ujian remidial hambaNya.
Ketika dia memiliki ujian khusus dari Allah, saat itulah Allah memberinya hikmah.
Allah Memilihnya untuk menginspirasi makhlukNya yang lain.
Namun lagi-lagi Allah tak serta merta menjadikannya sosok yang menginspirasi saja tanpa cela.
Musuh utama manusia yakni syaithon mulai membisikkan si makhluk hijrah ini untuk membumbui kisah hijrahnya dengan rasa ujub dan riya.
Namun bagi beberapa makhluk hijrah yang lulus dengan nilai cumlaude, Allah akan menjaga keikhlasannya.
Ada saja Allah memberikan ujian kepada kekasih baruNya ini.
Allah Menghendaki kekasih baruNya agar senantiasa setia sesuai dengan surat perjanjiannya, yakni taubat.
Agar hambaNya slalu merasa faqir dan hina.
Ujian dapat berasal dari dalam dan luar.
Terus Allah Membimbingnya hingga menuju jannahNya.
Namun ketika ia berbuat ingkar, maka terlepaslah hubungan mesranya bersama Allah.
Untuk kembali lagi pada Allah, ujian akan lebih berat dari sebelumnya.
Mungkin luka yang sebenarnya hampir sembuh mesti luka lagi oleh duri yang lebih besar dan api yang lebih panas.

Hendaklah kita senantiasa menjaga janji kita pada Allah.
Namun apabila telah jatuh cinta kepada Allah, ia tidak lagi membicarakan soal janji yang diingkari, namun "cinta yang hilang".
Perbanyak istighfar, karena ini adalah satu jalan menyadarkan seseorang ketika mulai dilenakan oleh duniawi.
Agar episode yang berjudul "cinta yang hilang" itu tak pernah ditayangkan.
Namun yang ada hanya episode "cinta bersemi hingga jannahNya".

Ya Allah.. Ya Rahman.. Ya Rahiim..
Maha Kasih Allah yang hari ini tanpa kita ketahui ada lagi seorang hamba yang mulai berhijrah dan siap melewati episode-episode tentang cinta yang hakiki. Yakni cinta antara Allah dan hambaNya.
Salam ukhuwah.

Rabu, 20 Agustus 2014

Syndrome-Takut-Nikah

Kenapa beberapa wanita enggan menikah? atau memang 'belum bisa' menikah?
Tentu banyak alasan yang dapat dijawab oleh sebagian golongan wanita yang memang enggan untuk menikah ini. Faktor ketidaksiapan lahir-batin, takut karir terhambat, dan trauma menjadi alasan primer dari berbagai alasan sekunder lain.
Tidak jarang mereka langsung mengalihkan topik pembicaraan apabila lawan bicaranya sedang membahas hal seputar menikah, ataupun mereka golongan takut menikah ini hanya diam tanpa berkomentar sedikitpun.
Dulu aku sempat bingung dengan wanita golongan enggan menikah ini.
Bukankah menikah itu hal yang indah? Memiliki partner hidup yang akan selalu menemani dan melindunginya, serta memiliki anak yang lucu.
Namun akhir-akhir ini sepertinya aku mulai terserang hal tak pernah kuduga sebelumnya. Ya, Syndrome-Takut-Nikah.
Alasanku banyak sekali.
1. Aku merasa belum yakin dengan diriku sendiri.
2. Aku belum berprofesi / bekerja.
3. Aku merasa ilmu fiqih tentang menikah belum kupahami sepenuhnya.
4. Aku belum membuat orang tuaku bangga dengan prestasiku, karena :
5. Aku belum lulus/wisuda!
Jadi tak pelak akhir-akhir ini aku agak menghindar dengan pembahasan mengenai cinta-cintaan. Aku merasa belum pantas saja mentelaah kisah suami-istri yang kurasa terkesan agak lebay.
Walau sudah menikah dan halal, pasangan tersebut tak perlu kan memanas-manasi insan yang belum lagi Allah berikan kesempatan untuk menyempurnakan separuh dien-nya?
"Ayo menikah!" Berikut slogan mereka.
Tak bisa kah mereka memahami, teman-temanku yang muslimah juga mau menikah, tapi Allah belum memberikan izinNya.
Jadi, dapat kita simpulkan disini bahwa ada dua golongan wanita yang masih single di usianya yang sudah sangat matang untuk menikah.
1. Mereka memang enggan menikah.
2. Mereka yang ingin menikah, ikhtiar untuk menikah, tapi Allah berkehendak lain.
Kalau aku pribadi termasuk dalam dua golongan tersebut 50%-50%. Aku belum siap menikah faktor keinginan orang tua yang ingin aku wisuda dan bekerja dulu, ya aku juga maunya seperti itu, itu adalah salah satu cara membahagiakan ortuku untuk saat ini. Namun aku tetap mencoba menerima setiap takdir yang Allah berikan. Allah Maha Tahu yang terbaik untuk hambaNya yang faqir ini.

Jumat, 11 Juli 2014

Dalam Hijrah-ku

Hari itu sekitar bulan Ramadhan tahun 2012, aku mau bukber temen-temen SMA. Saat mulai mau berangkat, tiba-tiba aku melihat selembar kain berwarna ungu muda. Gak tau kenapa aku langsung aku memakainya. Padahal aku bermaksud khusus di bulan Ramadhan aja berpenampilan lebih sopan seperti ini. Tapi tiba-tiba saja temen-temen mengatakan "Wah, sudah berhijab ya Vone sekarang?". Sontak aku kaget. Entah kenapa pertanyaan singkat itu seakan menyiratkan sebuah perintah. Teguran dari sesama muslim terhadap muslim lainnya bahwa "ya .. muslimah memang wajib berhijab." Tidak tahu kenapa aku merasa bahagia dengan kerudung yang memeluk kepalaku ini. Aku merasa terlindungi dan ada sesuatu dari jiwaku yang tidak aku temukan selama ini.

Hari terus berganti, aku malah merasa tidak dapat melepas hijabku. Aku ingin selalu bersamanya. Aku merasa Allah Melindungiku melewati kerudung ini. Akupun mulai mempelajari pergaulan dan adab sesama muslim seperti hubungan mahram dan nonmahram. Aku sedikit menjaga ucapan, tingkah laku, dan pandangan, terlebih dia temen-temen cowok. Aku berusaha semampuku agar tidak terlalu melebur dengan  mereka yang kadang dapat membuatku khilaf sanking serunya canda-candaan di kelas maupun di luar kelas.
Entah karena apa, hijab malah membuat hatiku semakin sensitif dalam menilai diriku sendiri. Aku lebih sering merasa banyak kesalahan yang telah kulakukan.

Pelan tapi pasti, aku mulai mencoba membaca buku-buku agama. Ya, aku memulai semua dari nol.
Suatu masa aku teringat bahwa waktu SMA aku memiliki kakak mentor yang hampir 3 tahun mengajariku setiap hari jum'at usai pulang sekolah di mushola sekolah. Memang dari seluruh SMA Negeri di Pontianak, SMA Negeri 2 Pontianak adalah SMA yang lumayan 'religius' dari yang lain. Tapi aku mengundurkan diri diam-diam karena aku saat itu belum terlalu paham tujuanku dimentoring seperti itu, walau diantara semua anggota kelompok liqo' ku, aku termasuk lumayan rajin (hehe ..) karena aku merasa gak enak aja ama kakak yang lagi sibuknya kuliah masih sempat singgah ke mushola. :'(
Allahu Akbar ... ternyata nomor kakak masih aktif dan saat itu beliau sedang berada di Solo untuk melanjutkan pendidikan S2 nya. Kakak ternyata skrg berprofesi sebagai dosen di STKIP Pontianak (sekarang sudah IKIP Pontianak). Setelah kakak pulang dari Solo kami janjian bertemu, kakak tetap manis dan menentramkan jika ku memandang wajahnya, sama seperti dulu. Ingin kumemeluknya sanking kangennya.

Awalnya aku bahagia menjalani hari-hariku seakan aku mulai menemukan sebuah arti cahaya kehidupan, arti jati diriku. Namun, ternyata prasangkaku keliru. Tak akan ada seorangpun yang merasa dirinya telah dekat dengan Allah Azza Wa Jalla, sebelum dirinya diuji, alias jangan ke-PDan beriman jika belum diberi cobaan hidup.

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:”Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?[2]. Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta,[3].
(QS.Al-'Ankabuut:2-3)

Ada sebuah tragedi yang membuat hatiku remuk hingga aku nyaris putus asa. Dulu aku belum memahami bahwa akan ada ujian berat ketika kita akan melangkah ke arah kebaikan. Akupun mulai menghubungi kakak. Aku mencurahkan segala kesedihanku sejadi-jadinya. Kakak hanya memegang tanganku, mencoba menguatkanku dengan berbagai nasihat dengan mencantumkan beberapa hadist yang setidaknya membuatku tenang. Dengan kondisi seperti ini aku membutuhkan 'penopang', walaupun semua ketenangan sejatinya berasal dari hati kita sendiri. Tapi kakak lebih memahamiku. Disinilah awal aku mulai mengikuti halaqoh lagi.

Entah Allah berkahendak lain, beberapa kali kami janjian selalu ada halangan. Akupun memaklumi karena selain menjadi murobbiyah, kakak juga seorang dosen matematika. Kakakpun mengatakan aku untuk halaqoh dengan murobbiyah baru. Kakak memberi nomor handphone murobbiyah baru dan ternyata rumah beliau gak begitu jauh dari tempatku.
"Assalamu'alaikum ... " salamku ketika berada di depan rumah, insya'Allah ini adalah rumahnya,
"Wa'alaikumsalam ..." beliau menjawab salamku dan keluar dari pintu.
Masya'Allah ... dari pertama memandang hatiku sudah sejuk. Beliaupun mengajakku kedalam untuk berbincang. Aku menceritakan siapa aku, beliau mendengarkan dengan seksama.

Hari berlalu, aku mulai mencoba berbaur dengan saudari-saudariku yang baru. Awalnya aku merasa cukup dengan ukhuwah dan beberapa ilmu yang kuperoleh. Namun, ternyata kakak memberi ilmu baru. Ialah Al-Qur'an.

Kakak mengenalkanku dengan Al-Qur'an. Mengenalkannya hingga merasuk qolbu. Tak seperti dulu, aku cuma menganal Al-Qur'an adalah kitab suciku, pedoman hidupku. Tapi kakak menimbulkan perasaan yang lain. 'Mencintai Al-Qur'an'. Kakak tahu betul selama halaqoh saat tilawah, bacaan Al-Qur'an-ku jauh tak lebih baik dari ukhti yang lain. Aku tak mengerti kenapa jalan hidupku seperti ini, tak pernah kubayangkan aku sekarang seperti ini. Inikah jati diriku? Dulu aku hanyalah seorang gadis otaku yang hobi ngeband dengan temen-temen cowok.

Kakak mengajariku Al-Qur'an mulai dari makhrajul huruf, tajwid, hingga hapalan. Setiap aku mendengar kakak membacakan ayat suci, hatiku damai sekali. Bacaan yang teramat indah. Aku ingin seperti beliau.
Maka kamipun mengatur jadwal pertemuan khusus untukku.
Awalnya kakak menyuruhku ta'awudz, basmalah, dan dilanjutkan dengan Al-Fatihah.
Kakak tidak mengejekku, walau kutahu bacaanku kacau. Kakak mengoreksi semua bacaanku. Alhamdulillah ... perlahan tapi pasti aku dapat memahami apa yang kakak ajarkan. Kakak juga menyuruhku perbanyak tilawah untuk melancarkan bacaanku dan sedikit demi sedikit memperbaiki bacaan dan huruf hijaiyah. Karena langkah pertama untuk menghapal ialah dapat membaca Al-Qur'an dengan benar dan lancar.

Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang membaca satu huruf dari Kitab Allah (Alquran ), ia akan mendapatkan satu kebaikan yang nilainya sama dengan 10 kali ganjaran (pahala). Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf." (HR Tirmidzi).

Awalnya aku belum mau (dibaca : belum mampu) mengarah ke tahfidz, aku merasa cukup dengan memperbaiki bacaanku. Tapi kakak memberikanku semangat seakan kakak percaya bahwa aku 'bisa', Insya'Allah.
Sekali lagi Allah berkehendak lain. Kakak mengusulkan aku bergabung di Rumah Qur'an IKIP. Kakak juga seorang dosen matematika, jadi aku mengerti sekali kesibukannya. Aku awalnya ragu karena aku kan dari Perguruan Tinggi Katolik. Mau bagaimanapun, sejak dulu aku selalu canggung jika bertemu dengan ikhwah baru. Tapi aku membuang semua canggungku demi mempelajari Al-Qur'an. Alhamdulillah mereka menyambutku dengan hangat melebihi prasangkaku. Ya, mereka ini adalah saudara-saudaraku. Dimana sekarang kami bertemu dengan tujuan yang sama, untuk memperdalam rasa cinta kami pada surat cinta dari Allah. Kedua kakakku itulah yang mengajari kami tahsin dan tahfidzh.

Merekalah murobbiyahku ...
Wajahnya mendamaikanku ...
Tutur katanya menyejukkan sanubariku ...
Segala puji hanya bagi Engkau ya Allah,.
Kasih sayangmu yang telah mengirimkan sosok yang menginspirasi seperti mereka ...
Mereka tetap sabar menemaniku yang bandel ini ...
Jazakillahu khoiran katsiroo, ya ukhti ...