music

Jumat, 11 Juli 2014

Dalam Hijrah-ku

Hari itu sekitar bulan Ramadhan tahun 2012, aku mau bukber temen-temen SMA. Saat mulai mau berangkat, tiba-tiba aku melihat selembar kain berwarna ungu muda. Gak tau kenapa aku langsung aku memakainya. Padahal aku bermaksud khusus di bulan Ramadhan aja berpenampilan lebih sopan seperti ini. Tapi tiba-tiba saja temen-temen mengatakan "Wah, sudah berhijab ya Vone sekarang?". Sontak aku kaget. Entah kenapa pertanyaan singkat itu seakan menyiratkan sebuah perintah. Teguran dari sesama muslim terhadap muslim lainnya bahwa "ya .. muslimah memang wajib berhijab." Tidak tahu kenapa aku merasa bahagia dengan kerudung yang memeluk kepalaku ini. Aku merasa terlindungi dan ada sesuatu dari jiwaku yang tidak aku temukan selama ini.

Hari terus berganti, aku malah merasa tidak dapat melepas hijabku. Aku ingin selalu bersamanya. Aku merasa Allah Melindungiku melewati kerudung ini. Akupun mulai mempelajari pergaulan dan adab sesama muslim seperti hubungan mahram dan nonmahram. Aku sedikit menjaga ucapan, tingkah laku, dan pandangan, terlebih dia temen-temen cowok. Aku berusaha semampuku agar tidak terlalu melebur dengan  mereka yang kadang dapat membuatku khilaf sanking serunya canda-candaan di kelas maupun di luar kelas.
Entah karena apa, hijab malah membuat hatiku semakin sensitif dalam menilai diriku sendiri. Aku lebih sering merasa banyak kesalahan yang telah kulakukan.

Pelan tapi pasti, aku mulai mencoba membaca buku-buku agama. Ya, aku memulai semua dari nol.
Suatu masa aku teringat bahwa waktu SMA aku memiliki kakak mentor yang hampir 3 tahun mengajariku setiap hari jum'at usai pulang sekolah di mushola sekolah. Memang dari seluruh SMA Negeri di Pontianak, SMA Negeri 2 Pontianak adalah SMA yang lumayan 'religius' dari yang lain. Tapi aku mengundurkan diri diam-diam karena aku saat itu belum terlalu paham tujuanku dimentoring seperti itu, walau diantara semua anggota kelompok liqo' ku, aku termasuk lumayan rajin (hehe ..) karena aku merasa gak enak aja ama kakak yang lagi sibuknya kuliah masih sempat singgah ke mushola. :'(
Allahu Akbar ... ternyata nomor kakak masih aktif dan saat itu beliau sedang berada di Solo untuk melanjutkan pendidikan S2 nya. Kakak ternyata skrg berprofesi sebagai dosen di STKIP Pontianak (sekarang sudah IKIP Pontianak). Setelah kakak pulang dari Solo kami janjian bertemu, kakak tetap manis dan menentramkan jika ku memandang wajahnya, sama seperti dulu. Ingin kumemeluknya sanking kangennya.

Awalnya aku bahagia menjalani hari-hariku seakan aku mulai menemukan sebuah arti cahaya kehidupan, arti jati diriku. Namun, ternyata prasangkaku keliru. Tak akan ada seorangpun yang merasa dirinya telah dekat dengan Allah Azza Wa Jalla, sebelum dirinya diuji, alias jangan ke-PDan beriman jika belum diberi cobaan hidup.

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:”Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?[2]. Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta,[3].
(QS.Al-'Ankabuut:2-3)

Ada sebuah tragedi yang membuat hatiku remuk hingga aku nyaris putus asa. Dulu aku belum memahami bahwa akan ada ujian berat ketika kita akan melangkah ke arah kebaikan. Akupun mulai menghubungi kakak. Aku mencurahkan segala kesedihanku sejadi-jadinya. Kakak hanya memegang tanganku, mencoba menguatkanku dengan berbagai nasihat dengan mencantumkan beberapa hadist yang setidaknya membuatku tenang. Dengan kondisi seperti ini aku membutuhkan 'penopang', walaupun semua ketenangan sejatinya berasal dari hati kita sendiri. Tapi kakak lebih memahamiku. Disinilah awal aku mulai mengikuti halaqoh lagi.

Entah Allah berkahendak lain, beberapa kali kami janjian selalu ada halangan. Akupun memaklumi karena selain menjadi murobbiyah, kakak juga seorang dosen matematika. Kakakpun mengatakan aku untuk halaqoh dengan murobbiyah baru. Kakak memberi nomor handphone murobbiyah baru dan ternyata rumah beliau gak begitu jauh dari tempatku.
"Assalamu'alaikum ... " salamku ketika berada di depan rumah, insya'Allah ini adalah rumahnya,
"Wa'alaikumsalam ..." beliau menjawab salamku dan keluar dari pintu.
Masya'Allah ... dari pertama memandang hatiku sudah sejuk. Beliaupun mengajakku kedalam untuk berbincang. Aku menceritakan siapa aku, beliau mendengarkan dengan seksama.

Hari berlalu, aku mulai mencoba berbaur dengan saudari-saudariku yang baru. Awalnya aku merasa cukup dengan ukhuwah dan beberapa ilmu yang kuperoleh. Namun, ternyata kakak memberi ilmu baru. Ialah Al-Qur'an.

Kakak mengenalkanku dengan Al-Qur'an. Mengenalkannya hingga merasuk qolbu. Tak seperti dulu, aku cuma menganal Al-Qur'an adalah kitab suciku, pedoman hidupku. Tapi kakak menimbulkan perasaan yang lain. 'Mencintai Al-Qur'an'. Kakak tahu betul selama halaqoh saat tilawah, bacaan Al-Qur'an-ku jauh tak lebih baik dari ukhti yang lain. Aku tak mengerti kenapa jalan hidupku seperti ini, tak pernah kubayangkan aku sekarang seperti ini. Inikah jati diriku? Dulu aku hanyalah seorang gadis otaku yang hobi ngeband dengan temen-temen cowok.

Kakak mengajariku Al-Qur'an mulai dari makhrajul huruf, tajwid, hingga hapalan. Setiap aku mendengar kakak membacakan ayat suci, hatiku damai sekali. Bacaan yang teramat indah. Aku ingin seperti beliau.
Maka kamipun mengatur jadwal pertemuan khusus untukku.
Awalnya kakak menyuruhku ta'awudz, basmalah, dan dilanjutkan dengan Al-Fatihah.
Kakak tidak mengejekku, walau kutahu bacaanku kacau. Kakak mengoreksi semua bacaanku. Alhamdulillah ... perlahan tapi pasti aku dapat memahami apa yang kakak ajarkan. Kakak juga menyuruhku perbanyak tilawah untuk melancarkan bacaanku dan sedikit demi sedikit memperbaiki bacaan dan huruf hijaiyah. Karena langkah pertama untuk menghapal ialah dapat membaca Al-Qur'an dengan benar dan lancar.

Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang membaca satu huruf dari Kitab Allah (Alquran ), ia akan mendapatkan satu kebaikan yang nilainya sama dengan 10 kali ganjaran (pahala). Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf." (HR Tirmidzi).

Awalnya aku belum mau (dibaca : belum mampu) mengarah ke tahfidz, aku merasa cukup dengan memperbaiki bacaanku. Tapi kakak memberikanku semangat seakan kakak percaya bahwa aku 'bisa', Insya'Allah.
Sekali lagi Allah berkehendak lain. Kakak mengusulkan aku bergabung di Rumah Qur'an IKIP. Kakak juga seorang dosen matematika, jadi aku mengerti sekali kesibukannya. Aku awalnya ragu karena aku kan dari Perguruan Tinggi Katolik. Mau bagaimanapun, sejak dulu aku selalu canggung jika bertemu dengan ikhwah baru. Tapi aku membuang semua canggungku demi mempelajari Al-Qur'an. Alhamdulillah mereka menyambutku dengan hangat melebihi prasangkaku. Ya, mereka ini adalah saudara-saudaraku. Dimana sekarang kami bertemu dengan tujuan yang sama, untuk memperdalam rasa cinta kami pada surat cinta dari Allah. Kedua kakakku itulah yang mengajari kami tahsin dan tahfidzh.

Merekalah murobbiyahku ...
Wajahnya mendamaikanku ...
Tutur katanya menyejukkan sanubariku ...
Segala puji hanya bagi Engkau ya Allah,.
Kasih sayangmu yang telah mengirimkan sosok yang menginspirasi seperti mereka ...
Mereka tetap sabar menemaniku yang bandel ini ...
Jazakillahu khoiran katsiroo, ya ukhti ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar