music

Rabu, 03 September 2014

About My Style (Dulu dan Sekarang)

Kalau ngomongin soal pakaian, aku orangnya seneng banget memadu-padankan antara pola, warna, dan bentuk pakaian. Aku mesti menyesuaikan situasi dan kondisi. Jujur, aku tertarik sekali dengan dunia fashion.
Ketika menghadiri suatu majelis, aku berpenampilan layaknya seorang jama'ah. Ketika jalan bersama keluarga, aku lebih kalem dan santai. Ketika hang out bareng temen aku senang tampil casual nan modis. Namun semua dalam standar syar'i tentunya. Kalau dari kiblat fashion, aku menyukai Hana Tajima. Jujur, bagiku dia sangat keren, terkadang sedikit sporty, namun tetap elegan. Sesuai banget dengan watakku yang penuh semangat dan santai.
Beberapa jenis style aku pernah coba, namun tidaklah begitu ekstrim karena aku kan bukan pubic figure. Aku mencoba sebisaku untuk tampil percaya diri dengan hobiku dalam fashion.
Aku senang sekali dunia desain, aku sudah belajar desain sejak SMP secara otodidak. Setengah tahun kemarin aku sempat mengambil kursus menjahit dan alhamdulillah aku telah mengerti cara membuat pola, menghitungnya, dan menggunakan mesin-mesin itu sendiri.
Misa, tokoh film Death Note
Sebelum berhijab, aku memang suka sekali mencoba hal-hal unik dalam berpakaian. Aku dulunya adalah seorang otaku, yakni sering meniru cara berpakaian kartun jepang yang menurutku mereka sangat keren atau cute. Contohnya, aku pernah meniru cara berpakaian Misa, tokoh wanita di film Death Note.
Miniatur Miku Hatsune
Karena dulu aku sering tampil ngeband, aku sering sekali berpakaian sedikit freak (menurut emakku), dengan kaos kaki belang, sepatu kets, hingga sarung tangan akan selalu jadi pelengkap wajib dalam berpenampilan di atas panggung, mungkin kira-kira sedikit menyerupai Miku Hatsune. LOL.
Baik sebelum berhijab maupun sesudah, aku tetap mencintai dunia fashion. Walau dengan perbedaan model yang berubah 180 derajat. Dari gadis otaku hingga menjadi seorang akhwat (teman pengajianku menyebutku begitu).
Hana Tajima, hijab designer
Walaupun aku berhijab, tetap saja kiblatku jatuh kepada wanita jepang yakni Hana Tajima yang merupakan seorang wanita mualaf yang sangat cute. Masya'Allah.
Namun tidak semua kuikuti, kiblat sesungguhnya tetaplah pada aturan agama, tidak ketat, menutupi dada, menggeraikan hingga dibawah mata kaki.
Berikut ayatnya:

Hendaknya menutup seluruh tubuh dan tidak menampakkan anggota tubuh sedikit pun, selain yang dikecualikan karena Allah berfirman, “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang biasa nampak.” (An-Nuur: 31)

Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman,“Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (Al Ahzab :59).

Dengan berpegang teguh pada ayat-ayat suci Al-Qur'an, serta tidak membuang jauh-jauh hobiku dalam dunia fashion, aku mencoba lebih sedernaha nan enjoy.
Dengan tinggi badan 165cm keatas dan berat badan dibawah 48kg, aku termasuk wanita beruntung yang dapat mengeksplorasi cara berpakaianku. Salah satu pelengkap yang tak pernah kubuang sebelum dan setelah berhijab ialah sepatu kets dan boots. Aku merasa senang menggunakannya. "Inilah aku", ketika aku melihat sepatu yang kukenakan.
Salah satu 'property'ku
Aku menyukai warna pastel dan natural, walau bukan tidak mungkin aku menggunakan warna-warna seperti merah atau kuning cerah. namun aku merasa kurang enjoy dengan warna tersebut, mungkin terlalu feminim untukku.
Kemarin aku pergi bersama adik sepupu ke xxi, tiba-tiba aku terpikir untuk memakai jaket jeans dengan tema grey, abu-abu.
Berikut properties beserta keterangannya.
1. Jaket jeans
Jaket Jeans merupakan outer yang tebal dengan tekstur sedikit lebih keras dan kasar yang biasa digunakan untuk berpegian jauh. Walau dekat juga tidak mengapa sih. Jaket jeans sendiri kini kembali diminati kaum hawa setelah lama ditinggalkan. Jaket ini membuat penampilan menjadi casual.
2. Long Dress
Long Dress adalah pakaian wajib yang masti dimiliki wanita. Kenapa saya bilang begitu? Karena long dress adalah pakaian sebenar-benarnya kaum hawa. Ada yang lengan panjang, ada pula lengan buntung. Disini saya menggunakan lengan buntung dan berwarna abu-abu (warna favorit) dengan bahan spandek kaos. Simpel namun tidak menghilangkan kesan feminim, bukan?
3. Tas Ransel
Pastinya tas ransel yang saya pakai ialah tas ransel khusus wanita. Agar tampil lebih casual dan remaja, aku senang sekali menggunakan tas ini, selain dapat memuat banyak barang seperti Al-Qur'an, tablet, dompet, buku, dan lainnya. Punggung juga rileks dan mudah digunakan. Cocok untuk wanita sepertiku yang gak suka ribet.
4. Flat Boots
Ini dia property favoritku. Dimanapun orang menjual boots, mahal atau murah pasti kulirik dan rasanya pengen kubeli semua (muncul sifat 'cewek'nya). Kenapa mesti flat? Karena kakiku itu mudah capek dan boots adalah pilihan wanita yang ingin tampil 'anti-mainstream' namun tetap mempertahankan kesan feminim nan casual.
5. Kerudung
Kerudung yang kugunakan disini ialah berbahan kaos kualitas yang terbaik dengan harga terjangkau. Adem dan instan. Mengingat aku sedang menyukai kerudung simpel dan kebetulan warna abu-abu lagi. Hehehe.
6. Kacamata dan Jam tangan
Itu bukan kaca mata buat gaya-gayaan doang. Itu kacamata minus campur silinder. Mataku memang tidak sejernih dulu karena posisi membaca dan menghadap laptop yang sering salah (jangan ditiru). Lalu ada jam tangan, ini benda wajib semua orang selain untuk melihat waktu untuk sholat, juga menambah nilai plus dalam berpenampilan.

"Mencintai dunia fashion tiada larangan, namun tetaplah berpakaian layaknya seorang muslimah yang sopan nan longgar. Hal terpenting dalam berpakaian bukan soal gaya saja, namun lebih pada kenyamanan ketika memakainya dengan tidak meninggalkan basic style secara pribadi. Hey, Ladies. Berkilaulah." By Me.

Selasa, 02 September 2014

Mahasiswi IT Berhijab itu "Aku"


Ini adalah buku bacaanku dikamar
Ialah "Aku", mahasiswi berhijab yang sudah terlanjur menuntut ilmu di salah satu Perguruan Tinggi Swasta Katolik di kota ku. Aku tidak menyesalinya, karena sekarang aku berhasil bertahan hingga 4 tahun dan sekarang aku sedang break sebelum melanjutkan BAB 3 skripsi ku.
Impianku dulu begitu tinggi, yakni hanya 3,5 tahun untuk meraih gelar S.Kom, bahkan dengan predikat cumlaud. Jujur indeks prestasi-ku bisa dikatakan "baik" yakni 3,5 keatas. Untuk level Teknik Informatika atau Computer Science bagi sebagian orang adalah prestasi. Belum lagi mereka melihat aku adalah seorang 'wanita' yang biasanya ahli dalam hal intuisi dan perasaan dibandingkan logika. Seperti yang kita ketahui bahwa jurusan "teknik" adalah jurusannya kaum adam yang didalamnya terdapat mata kuliah yang cenderung kearah logistik. Sedang teman-teman SMA-ku yang perempuan kebanyakan mereka mengambil jurusan kesehatan, akuntasi, atau bahasa.
Teknik Informatika umumnya diminati kaum adam, kalaupun wanita dia pasti hobi otak-atik komputer dan sedikit agak "kelaki-lakian" alias tomboy.
Dulu, aku memang tidak terlalu feminim, tp sejak aku hijrah (baca Dalam Hijrah-ku), aku mulai membiasakan diriku dengan berpakaian layaknya seorang muslimah. Ya, menggunakan kerudung, memakai rok, kaos kaki, namus setidaknya aku selalu menghormati kampus dengan kemeja dan sepatu kets.
Awalnya aku merasa comfort dengan keadaanku ini. Namun beberapa kerikil kecil mulai mengawali perjalanan hijrahku.
Orang takkan menyangka bahwa sejak lahir aku adalah seorang muslimah karena aku memiliki nama lengkap yang tidak "islami" sama sekali, (baca Margaerth? Who's that?). Ayahku seorang Nasrani, tapi dia seorang ayah yang hebat dan sangat menyayangiku. Ya, kami beda keyakinan.
Yup, kembali pada topik semula.
Ketika dosen memanggil namaku, pasti beliau-beliau akan menganggapku sama seperti dominasi yang lain. Mungkin saya seorang Protestan (seperti ayahku) atau Katolik.
Masuklah pada semester tujuh tepatnya saat itu aku hanya ada 1 mata kuliah yang menyebabkan aku jadi jarang ke kampus.
Dosen tercengang, begitupun teman-teman. Apa yang menyebabkanku berani-beraninya menggunakan hijab di kampus swasta katolik? Aku sendiri agak kurang menyangka dengan keberanian ini. Namun pada jam-jam terakhir, alhamdulillah mereka dapat "menerima"ku dengan berusaha memperlakukanku seperti aku yang belum berhijab kemarin-kemarin.
Mulailah pada saat penyerahan outline dan judul skripsi. Awalnya dosen-dosen hanya melihatku dengan pandangan sekilas langsung bersikap biasa saja. Ya, aku merasa aman sampai sejauh ini.
Tapi tak kusangka hari itu tiba, saat aku masuk ke ruangan dosen yang saat itu lumayan ramai dari biasanya, ramai oleh dosen yang baru saja mengawas ujian serta beberapa mahasiswa yang juga sibuk konsultasi sepertiku, saat itu aku sedang konsultasi BAB II. Di luar ruangan dosen sudah banyak yang mengantri.
Dosen wanita itu mengatakan "Apakah style seperti itu sedang nge-trend?"
Lalu dosen laki-laki lain yang ternyata itu direktur pula yang entah menjawab apa, suaranya agak samar-samar.
Suara dosen perempuan itu agak lebih diperbesar "Ya, kan kita ini seharusnya pemerataan. Seluruh pakaian mahasiswa mahasiswi sudah ada ketentuannya. Tidak boleh membawa nama RAS." timpalnya.
Aku mendapat sindiran yang sedikit memporak-porandakan hatiku. Apalah aku bukan seorang Asiyah istri Firaun yang terbiasa menghadapi situasi dan masalah kecil semacam ini. Padahal dosen pembimbing dihadapanku ini biasa saja, tidak ada keberatan sama sekali melihatku seperti ini.
Nyaris otakku terbagi dua saat itu, antara penjelasan dosen pembimbingku dengan sindiran yang ada dibelakangku. Belum lagi pandangan mahasiswa yang dari berbagai jurusan menatapku seperti aku ini freak.
Keringatku mulai mengucur, aku tetap diam dan berusaha bijaksana dalam menyimak penjelasan dari dosen pembimbing yang mana saja hal-hal yang harus di-revisi dalam penulisan skripsiku.
Saat itu aku merasa sendiri, sahabat karibku tidak ada disisiku yang bisa menguatkanku. Belum lagi saat menuju parkiran seluruh pandangan mahasiswa yang aku tahu mereka adalah adik-adik tingkat menatapku tajam dan dingin.
Aku tetap tenang dan beristighfar sebanyak mungkin. Hei, ini cuma kerikil kecil, lupakan saja. Aku menghibur sendiri diparkiran kampus.
Namun aku tetaplah aku, aku adalah wanita yang sangat sensitif dalam perkara hati.
Seolah watak asli dunia tampak didepan mata kepalaku sendiri, detik menjelang pengambilan skripsi awalnya begitu menyenangkan bagiku, namun ternyata sulitnya disaat aku mulai baru berhijrah menjadi muslimah yang lebih baik.
Berbagai masalah pribadi dan masalah keluarga membuatku semakin enggan melanjutkan skripsiku yang padahal tinggal beberapa langkah lagi.
Namun beberapa bulan belakangan aku mengalami fase yang cukup berat dalam hidupku seakan impianku semuanya hancur.
Jangankan melanjutkan skripsi, memandangnyapun aku enggan.
Seolah kampus adalah tempat horor bagiku.
Bahkan sahabatku mengatakan kaprodi sedang menanyakan keadaanku (baca : keadaan skripsi-ku), beliau takut aku kacau. Deadline tersisa kurang dari 20 hari penyerahan BAB 3, BAB 4, dan BAB 5. Namun aku belum jua melanjutkannya.
Tiba-tiba aku lupa dengan tujuan program yang handak kubuat.
Aku mulai ikhtiar sekali lagi, jikalau aku mesti mengganti judul maka itu yang terbaik dari Allah untukku.
Aku sendiri meragukan untuk bekerja dibidang IT akhir-akhir ini, apakah pasionku yang telah berubah.
Aku pernah membaca apabila seorang programmer adalah pria, maka ia akan sedikit "lupa" pada anak dan istrinya, dikejar deadline, dan di otaknya cuma coding.
Bagaimana ketika sholat, tiba-tiba saat membaca al-fathihah dia mendapat ide? Bukankah itu dosa.
Apalagi jika programmernya seorang akhwat (teman-teman pengajianku menyebutku "akhwat")! Aku tak yakin profesi ini tak menggangguku sebagai istri, ibu, dan pendakwah yang baik. Aku mengenal watakku.
Ketika aku menjadi seorang programmer, maka aku harus menjadi programmer yang total.
Sekarang aku lebih memilih jalanku merintis di dunia fashion.
Aku lumayan bisa mendesain hijab, dan aku juga bisa menjahit.
Alhamdulillah ibu mendukungku dengan mem-privat-kan aku kursus menjahit berkenaan dengan hobiku dibidang fashion sejak aku SMP.
Jujur kuliah dijurusan Teknik Informatika adalah pilihan ibu, karena ibu tahu kelebihanku dalam ilmu pasti seperti matematika dan logika.
Kuliah di kampus swasta katolik juga pilihan ibu, karena ibu tidak mau aku kuliah jauh dari rumah (alasan yang sedikit menggelikan).
Aku dikenal anak rumahan, ayah, ibu, kakak-kakak, abang ipar, bahkan adikku satu-satunya yang bungsu sangat memanjakanku. Namun sejak aku berhijrah (insyaAllah ini adalah hijrahku), aku berharap aku lebih bijaksana dan dewasa dalam bertindak.
Aku berharap segera menjadi muslimah yang lebih dewasa atas bimbingan murobbiyahku, keluargaku, teman-teman, dan terutama bimbingan Allah melalui ujian hidup.
Ujian hidup setidaknya menjadikan aku lebih dewasa dan berpikiran terbuka apa makna hidup ini.
Aku tak perlu mengejar karir demi mendapat penghormatan seperti niatku sebelumnya.
Karir ini demi imanku. Bagaimanapun aku akan tetap ikhtiar dalam menyelesaikan skripsi ini sebagai pernghormatanku pula kepada orang tuaku yang telah bersusah payah menyekolahkanku hingga tahap ini. Aku tak boleh mengecewakan mereka.
Hobi adalah hobi.
Kewajiban adalah kewajiban.
Yang penting ialah melakukan yang terbaik dan serahkan semuanya kepada Allah Azza Wa Jalla.
Apalah artinya dihormati manusia sedangkan aku belum spesial di mata Allah?
Salam ukhuwwah! ^_^