music

Rabu, 24 Juni 2015

Untukmu Calon Imamku

Untukmu, calon imamku ...
Seandainya engkau tahu betapa lelahnya aku mencarimu, dengan berbagai cara kumencarimu.
Sudah beberapa dari mereka hadir satu persatu menawarkan kasih dan mengukir masa depannya bersamaku.
Namun semua tiada yang mampu sampai pada impian kami.
Ada dari mereka yang aku kira itu kamu, dari aku masih belum berhijab hingga aku istiqomah menutup auratku.
Ada dari dia, orang pertama yang menyuruhku menutup aurat. Aku menertawakannya bahwa aku tak mungkin menutup auratku saat aku merasa cantik dengan rambut ikalku ini.
Ada dari dia, orang kedua yang usianya terlampau 11 tahun, kami hanya berkomunikasi jarak jauh. Dia pria berasal dari Bandung, dia ahli dalam komputerisasi. Tapi setahun lebih yang lalu kami bertemu saat kami sudah memutuskan untuk tak bersama.
Ada dari dia, orang ketiga. Inilah orang yang kusangka-sangka adalah kamu. 3 tahun aku menjalin hubungan bersamanya. Usia kami terpaut 10 tahun. Dia sosok yang dewasa, sabar, dia begitu sempurna disaat aku begitu jahil. Dimasa inilah aku memutuskan untuk menutup auratku. Namun orang tua tidak menyetujui hubungan kami karena kendala ayahku seorang Nasrani, lagipula saat itu usiaku masih 20 tahun. Tidak ada satupun yang setuju keputusan kami untuk menghindari zina. Akhirnya kami berpisah saat kami telah merencanakan semua. Aku tak pernah merasa terpuruk hingga menelantarkan studiku bertahun lamanya. Ya, aku menyangka dia adalah kamu. Ternyata bukan.
Setelah berakhir dengannya, aku semakin menguatkan imanku hingga aku tak pernah lagi melakukan kontak fisik dengan pria nonmahram.
Saat ini banyak pria yang singgah di hidupku dalam kurun waktu tak lebih dari 2 bulan, datang dan pergi. Ada pria yang bebas, fotografer, sampai pria yang sangat jauh dunianya beda denganku. Bahkan dari dia ada yang mengaku mengagumiku namun tak dapat menggapaiku karena baginya aku terlalu suci untuk dirinya yang hina. Padahal aku tak merasa demikian. Aku tak melihat pria dari masa lalunya. Selama dia mau bertaubat aku akan menerimanya. Namun tentu saja bukan hal mudah menyatukan dua insan yang berbeda dunia. Lagipula ibuku takkan mau aku berdampingan dengan pria yang tak sekufu denganku. Ya mereka semua jauh dari kata berhasil mendampingiku. Mereka hanya bumbu-bumbu dalam perjalananku menantimu.
Kemudian ada dia, orang keempat. Meski kami jauh, tapi aku sangat percaya padanya. Dia memiliki banyak persamaan denganku. Aku kira dialah jodohku usai aku lelah menatimu. Dia pria baik-baik, bahkan semua hal yang aku suka ada padanya. Namun kami berpisah jua karena miss communication. Enam bulan kami mencoba mewujudkan impian kamu, ternyata lagi-lagi aku gagal saat kami sudah mempersiapkan semua. Aku sampai berniat untuk menunda studiku lagi, namun aku berusaha kuat. Terpaksa aku mencari pelampiasan dengan menjalin dengan pria lain agar aku tak merasakan jatuh seperti dulu. Aku trauma. Dari pada hal terburuk terjadi lagi, aku memang bodoh dalam hal ini.
Ini pria yang sedang berhubungan denganku. Sangat kecil kemungkinan dia adalah kamu. Walaupun aku tahu ini tak mungkin. Tahu kah kamu, calon imamku, aku hanya takut studiku terbengkalai jika aku merasakan patah hati. Ya, kamu pasti menyalahkanku kenapa aku mencari pelarian seperti ini. Kamu akan kecewa denganku.
Dia pria kelima. Dia adik temannya kakak. Kami bernah bertemu 2 tahun lalu. Akhirnya dia menyatakan cintanya padaku saat aku terpuruk pasca perpisahan dengan pria yang mengajakku komitmen sebelumnya. Tahukah kamu? Dari semua mantanku, hanya dia yang protes dengan penampilan ku yang selalu mengenakan rok panjang dan jilbab tertutup.
Ya, dia berkata jujur, tapi tahukah aku menangis setelah mendengar dia mengatakan itu. Aku menyayanginya dan mengaguminya, aku bahkan sempat ingin pergi jauh bersamanya merasakan kebebasan yang slama ini belum pernah kurasakan dengan pria yang kukasihi. Tapi ini sudah keterlaluan. Aku menjelaskan semua bahwa ini bukan cinta, cinta ialah saling menghormatiku. Aku takut dia meninggalkanku disaat aku terpuruk seperti ini. Akhirnya dia meminta maaf padaku. Dia mengatakan aku berbeda dengan wanita sebelumnya. Aku adalah wanita yang keras akan prinsipku. Paradigma kami tentang agama kadang kala sering bertabrakan.
Hingga sekarang hubungan kami masih menggantung setelah aku sadari dia tak begitu serius denganku. Dia masih ingin bersenang-senang. Tapi yang pasti bukan aku wanita itu. Aku masih mempersiapkan diri kelak jika dia ada kesempatan untuk bertemu denganku agar kami hanya berteman saja. Ternyata benar, hubungan ini hanya pelarianku.
Aku lelah merasakan itu semua. Berapa kali aku merasa kecewa dan tersakiti.
Kapankah kau hadir, wahai calon imamku.
Tahukah kau bagaimana aku disini? Aku begitu lelah menantimu.
Sedang apa kau disana? Aku disini tetap menepati janjiku untuk menjaga kesucianku untukmu.
Aku memperkuat pondasi keimananku, meski beberapa kali hampir digoyahkan. Tapi Allah tetap sayang padaku. Allah mempersiapkan aku untukmu dengan sebaik mungkin, insyaAllah.
Kau pasti juga sekarang sedang berjuang mencariku bukan?
Sesaat lagi aku akan sidang skripsi, tak lama lagi aku akan wisuda, memiliki pekerjaaan yang layak. Mungkinkah disaat itu kita akan dipertemukan, duhai calon imamku?
Tak usah gusar wahai calon imamku. Meski banyak dari mereka berusaha menggodaku dan menggoyahkan kehormatanku, aku masih melindungiku dan mengingatmu disana yang sedang berjuang menemukanku.
Meski kita belum bertemu, aku akan memberikan semangat untukmu.
Semangatlah, aku disini menantimu dengan kondisi sebaik-baik. Demikian pula kamu, bukan?
Moga juga kita dipertemukan dalam kondisi yang baik, diantara orang-orang yang baik, dan tempat yang baik.
InsyaAllah...
Nantikan aku, wahai calon imamku. Sebagaimana aku menantimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar